EVALUASI KURIKULUM
Bag. 2
makalah evaluasi kurikulum Bag. 2 ini membahas tentang evaluator kurikulum, perbedaan penelitian dan evaluasi, model evaluasi kurikulum, model penelitian, orientasi pada tujuan, multi variasi, EPIC, CIPP.
E. Evaluator Kurikulum
Untuk melaksanakan evaluasi kurikulum, harus dilakukan oleh evaluator yang
telah memenuhi syarat atau kualifikasi. Tidak semua orang boleh menjadi
evaluator, kecuali orang-orang yang memang berkompeten di bidang kurikulum.
Syarat-syarat tersebut antara lain adalah:[1]
1.
Orang yang memiliki
kemampuan untuk melakukan evaluasi baik secara teoritis maupun keterampilan
praktis.
2.
Mempunyai kecermatan
yang dapat melihat celah-celah dan detail serta bagian-bagian kurikulum.
3.
Bersikap obyektif dan
tidak mudah terpengaruh oleh keinginan dan kepentingan pribadi atau kelompok sehingga
dapat mengambil data dan kesimpulan yang sesuai dengan ketentuan.
4.
Sabar, tekun, dan tidak
gegabah dalam menjalankan tugas. Mulai perencanaan kegiatan, menyusun
instrument, mengumpulkan data dan menyusun laporan.
5.
Hati-hati dalam
menjalankan pekerjaan evaluasi dan bertanggung jawab terhadap segala tugas dan
resiko kesalahan yang diperbuat.
Evaluator kurikulum dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu sebagai
berikut:[2]
1. Evaluator dalam (internal
evaluator)
Evaluator dalam adalah
pelaksanaan evaluasi kurikulum yang sekaligus berasal dari lembaga yang akan
dievaluasi. Kelebihan evaluator dalam adalah evaluasi menjadi tepat sasaran
karena evaluator sangat memahami dan menguasai kurikulum yang akan dievaluasi.
Hemat dari segi pendanaan, karen lembaga yang dievaluasi tidak perlu
mengeluarkan banyak dana untuk membayar evaluator kurikulum. Kelemahan
evaluator dalam adalah adanya kemungkinan subyektifitas dari evaluator, yang
hanya akan menyampaikan kepentingan pribadi. Kemungkinan adanya sikap tidak
cermat evaluasi menurut versi dirinya.
2. Evaluator luar
(external evaluator)
Evaluator luar adalah
evaluator yang berasal dan berada di luar lembaga yang akan dievaluasi dan
tidak terlibat dalam implementasi kurikulum. Diharapkan evaluator ini mampu
bertindak dan mampu bersikap independent, karena tidak memiliki kepentingan
pribadi. Kelebihan evaluator luar adalah lebih obyektif dalam melaksanakan
evaluasi karena ia tidak berkepentingan mengenai kategori keberhsilan atau
kegagalan implementasi kurikulum yang telah berjalan. Apapun hasil evaluasi
tidak akan direspon secara emosional oleh evaluator luar karena ia tidak ingin
memperlihatkan bahwa kurikulum tersebut berhasil dengan baik. Kesimpulan yang
akan diambil dan dibuat lebih sesuai dengan keadaan dan kenyataan.
Kelemahan evaluator
luar antara lain adalah kurangnya pemahaman terhadap seluk beluk dan seluruh
aspek kurikulum memungkinkan kesimpulan yang diambil kurang tepat. Pemborosan
dana kerena pihak pengambil kebijakan harus mengeluarkan dana yang besar untuk
membayar evaluator luar.
Mengingat masing-masing evaluator baik evaluator dalam mapun luar, memiliki
beberapa kelebihan dan kelemahan, maka sebaiknya dianjurkan evaluator itu
gabungan dari dalam dan dari luar. Dengan demikian evaluator dalam bisa
memberikan penjelasan dan pemahaman kepada evaluator luar tentang segala hal
yang berhubungan dengan kurikulum. Hal ini menguntungkan pengambil kebijakan
kerena tidak perlu mengeluarkan banyak dana, dan menguntungkan bagi pelaksana
kurikulum atau lembaga yang dievaluasi karena ada pihak dalam yang terlibat,
yang tentu lebih memahami kurikulum tersebut dari pada orang luar.
Evaluator hendaknya terlebih dahulu mempelajari, menelaah dan mendalami
seluruh aspek kurikulum yang akan dievaluasi, agar kesimpulan yang diambil
tepat dan tidak merugikan pihak tertentu. Evaluator sering menghadapi dilema
pertimbangan etis, dalam menjalankan tugasnya seperti yang disinyalir Ronal G.
Schnee dalam buku Muhammad Zaini yang menyebutkan beberapa hal antara
lain:[3]
1.
Otonomi yang berkaitan
dengan pelaksanaan program kurikulum, misalnya kepala sekolah dan guru. Mereka
tentu akan menyanjung program kurikulum ketika diminta untuk mengevaluasi.
2.
Hubungan dengan klien,
artinya evaluator ketika menjalankan tugasnya harus bekerja sama dengan klien
atau pelaksana kurikulum di suatu sekolah.
3.
Evaluator dalam
melaksanan tugasnya tidak boleh mengabaikan fakta politik dan konteks sosial,
sehingga hasil kerja evaluasi kurikulum itu dapat bermafaat.
4.
Evaluator dalam
melaksanakan evaluasi tidak mungkin melepaskan diri dari nilai-nilai atau norma
yang dianut dan dijadikan pedoman hidupnya.
5.
Evaluator hendaknya
memilih dan mempertimbangkan rancangan dan metodologi, untuk mendapatkan hasil
yang maksimal.
6.
Memberikan kesempatan
kepada orang lain untuk menelaah kembali (review) terhadap rancangan evaluasi,
guna mengurangi adanya bias dan pemborosan.
7.
Evaluator hendaknya
dengan jujur mencantumkan penjelasan tentang keterbatasan dan hambatan selama
proses evaluasi berlangsung.
8.
Evaluator perlu menyertakan
hasil evaluasi negatif agar data yang dilaporkan bermanfaat bagi peningkatan
program berikutnya.
9.
Penyebarluasan hasil
evaluasi, karena tujuan evaluasi adalah untuk mengumpulkan informasi bagi
tindak lanjut program.
10.
Evaluasi tidak boleh
melanggar hal-hal yang dilindungi sesuai dengan peraturan yang ada.
11.
Pelaksana program boleh
menolak evaluator dengan alasan tertentu.
F. Perbedaan Penelitian dan
Evaluasi
Secara sederhana, antara penelitian dan evaluasi dapat dikatakan sama,
karena secara definitif penelitian adalah kegiatan
pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara
sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu
hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum. Sedang evaluasi kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik, menerapkan
prosedur ilmiah dan metode penelitian. Perbedaan antara evaluasi dan penelitian
terletak pada tujuan. Evaluasi bertujuan untuk mengumpulkan, menganalisis dan
menyajikan data untuk bahan penetuan keputusan mengenai kurikulum apakah
akan ada revisi atau diganti. Sedangkan penelitian memiliki tujuan yang lebih
luas dari evaluasi yaitu mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk
menguji teori atau membuat teori baru.[4]
G. Model Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum merupakan suatu tema yang luas, meliputi banyak
kegiatan, meliputi sejumlah prosedur, bahkan dapat merupakan suatu lapangan
studi yang berdiri sendiri. Evaluasi kurikulum juga merupakan suatu fenomena
yang multifase, memiliki banyak segi.
Macam-macam model evaluasi yang digunakan bertumpu pada aspek-aspek
tertentu yang diutamakan dalam proses pelaksanaan kurikulum. Model evaluasi
yang bersifat komparatif berkaitan erat dengan tingkah laku individu. Evaluasi
yang berorentasi tujuan berkaitan erat dengan meteri dan tingkah laku individu.
Evaluasi yang menekankan tujuan berkaitan erat dengan kurikulum yang menekankan
pada bahan ajar atau isi kurikulum. Model atau pedekatan antropologis dalam
evaluasi ditunjukkan untuk mengevaluasi tingkah laku dalam suatu lembaga
social. Dengan demikian, sesungguhnya terdapat hubungan yang sangat erat antara
evaluasi dengan kurikulum sebab teori kurikulum juga merupakan teori dari
evaluasi kurikulum.
Ada beberapa model dalam evaluasi kurikulum, yaitu sebagai berikut:[5]
1. Evaluasi kurikulum
model penelitian (research evaluation model)
Model evaluasi
kurikulum yang menggunakan penelitian didasarkan atas teori dan metode tes
psikologi serta eksperimen lapangan. Salah satu pendekatan dalam evaluasi yang
menggunakan eksperimen lapangan adalah comparative approach, yaitu dengan
mengadakan perbandingan antara dua macam kelompok anak.
Model evaluasi
kurikulum yang menggunakan model penelitian didasarkan atas teori dan metode
tes psikologi dan serta eksperimen lapangan.[6] Tes
psikologi atau tes psikometrik pada umumnya mempunyai dua bentuk, yaitu tes
intelegensi yang ditunjukkan untuk mengukur kemampuan bawaan, serta tes bawaan
yang mengukur perilaku skolastik.
Ada beberapa kesulitan
yang dihadapi dalam eksperimen tersebut. Pertama, kesulitan
administratif, sedikit sekali sekolah yang bersedia dijadikan sekolah
eksperimen. Kedua, masalah teknis dan logis, yaitu kesulitan
menciptakan kondisi kelas yang sama untuk kelompok-kelompok yang diuji. Ketiga, sukar
untuk mencampurkan guru-guru untuk mengajar pada kelompok eksperimen dengan
kelompok control, pengaruh guru-guru tersebut sukar dikontrol. Keempat, ada
keterbatasan mengenai manipulasi eksperimen yang dapat dilakukan.
2. Model evaluasi
kurikulum yang berorientasi pada tujuan (goal/objective oriented evaluation
model)
Dalam model ini,
evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari proses pengembangan
kurikulum. Kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain, tetapi diukur
dengan seperangkat tujuan atau kompetensi tertentu. Keberhasilan pelaksanaan
kurikulum diukur oleh penguasaan siswa akan tujuan-tujuan atau kompetensi
tersebut.
Ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi oleh tim pengembang model obyektif, yaitu
sebagai berikut:[7]
1. Ada kesepakatan
tentang tujuan-tujuan kurikulum,
2. Merumuskan
tujuan-tujuan tersebut dalam perbuatan siswa.
3. Menyusun materi
kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut.
4. Mengukur kesesuaian
antara perilaku siswa dengan hasil yang diinginkan.
Dasar-dasar teori Tylor
dan Bloom menjadi prinsip sentral dalam berbagai rancangan kurikulum, dan
mencapai puncaknya dalam sistem belajar berprogram dan sistem instruksional.
Sistem pengajaran yang terkenal adalah IPI (Individually Prescribed
Instruction). Dalam IPI anak mengikuti kurikulum yang mengikuti 7 unsur,
yaitu:
a.
Tujuan-tujuan
pengajaran yang disusun dalam daerah-daerah, tingkat-tingkat dan unit-unit
b.
Suatu prosedur program
testing
c.
Pedoman prosedur
penulisan
d.
Materi dan alat-alat
pengajaran
e.
Kegiatan guru dalam
kelas
f.
Kegiatan murid dalam
kelas
g.
Prosedur pengelolaan
kelas.
3. Model evaluasi kurikulum
yang lepas dari tujuan (goal free evaluation model)
Model ini dikembangkan
oleh Micheal Scriven, yang cara kerjanya berlawanan dengan model evaluasi yang
berorientasi pada tujuan. Menurut pendapat Scriven, seorang evaluator tidak
perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan pembelajaran, yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana kerjanya.[8] Caranya
dengan memperhatikan dan mengidentifikasi penampilan yang terjadi, baik hal-hal
positif yang diharapkan maupun hal-hal negatif yang tidak diinginkan.
4. Model campuran multi-variasi
Model campuran multi-variasi
adalah strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari beberapa model
evaluasi kurikulum. Model ini memungkinkan perbandingan lebih dari satu
kurikulum dan secara serempak keberhasilan tiap kurikulum diukur berdasarkan kriteria
khusus dari masing-masimg kurikulum.
Langkah-langkah yang
harus ditempuh dalam model evaluasi ini yaitu:
a.
mencari dan
menentukan sekolah yang berminat untuk dievaluasi atau diteliti.
b.
Pelaksanaan program,
bila tidak ada percampuran sekolah, maka tekanannya pada partisipasi yang
optimal.
c.
Sementara tim menyusun
tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran umpamanya dengan menggunakan
metode global dan metode unsur, dapat disiapkan tes tambahan.
d.
Bila semua informasi
yang diharapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan computer.
e.
Tipe analisis dapat
juga digunakan untuk mengukur pengaruh bersama dari beberapa variabel yang
berbeda.[9]
Beberapa kesulitan yang
dihadapi dalam model campuran multivariasi ini adalah:
a.
Diharapkan memberikan
tes statistic yang signifikan.
b.
Terlalu banyaknya
variable yang perlu dihitung pada suatu saat.
c.
Meskipun model ini
telah mengurangi masalah kontrol berkenaan dengan eksperimen lapangan tetapi
tetap menghadapi masalah-masalah pembandingan.
5. Model evaluation
program for innovate curriculumbs (EPIC)
Model ini menggambarkan
keseluruhan program evaluasi kurikulum dalam sebuah kubus. Kubus ini memiliki
tiga bidang, bidang pertama adalah perilaku (behavior) yang meliputi perilaku
cognitive, affective, psychomotor. Bidang kedua adalah pembelajaran
(instruction), yang meliputi organisasi, materi, metode fasilitas atau sarana
dan pendanaan. Bidang ketiga adalah kelembagaan (institution) yang meliputi
guru, murid, administrasi, tenaga kependidikan, keluarga dan masyarakat.
6. Model CIPP (Contex,
Input, Procces, and Product)
Model ini dikembangkan
oleh Stufflebeam (1967) dan kawan-kawan di Ohio State University AS dan model
ini paling banyak diikuti oleh para evaluator. Model ini memandang bahwa
kurikulum yang dievaluasi adalah sebuah sistem, maka apabila evaluator telah
menentukan untuk menggunakan model CIPP, maka evaluator harus menganalisis
kurikulum tersebut berdasarkan komponen-komponen model CIPP.
Model ini mengemukakan
bahwa untuk melakukan penilaian terhadap program pendidikan diperlakuakan empat
macam jenis yaitu:
a. Penilaian konteks
(context)yang bekaitan dengan tujuan.
Penilaian konteks
adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan,
populasi dan sample yang dilayani serta tujuan pembelajaran. Kebutuhan siswa
apa saja yang belum terpenuhi, tujuan apa saja yang sudah tercapai dan tujuan
apa saja yang belum tercapai.
b. Penilaian masukan
(input) yang berguna untuk pengambilan keputusan desain. Maksud evaluasi ini
adalah kemampuan siswa dan kemapuan sekolah dalam menunjang pendidikan.
c. Penilaian proses
(process) yang membimbing langkah operasional dalam pembuatan keputusan. Penilaian
ini menunjukkan pada kegiatan yang dilakukan dalam program, apakah pelaksana
kurikulum tetap sanggup melakukan tugasnya, siapa yang bertanggung jawab
melaksanakannya, dan lain-lain.
d. Penilaian keluaran
yang memberikan data sebagai tambahan pembuatan keputusan (product). Penilaian
keluaran adalah tahap akhir serangkaian evaluasi program kurikulum, yang
diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada siswa.
7. Model Ten Brink
Ten Brink mengemukakan
adanya tiga tahap evaluasi kurikulum yaitu; pertama, tahap persiapan, adapun
langkah – langkahnya sebagai berikut:[10]
a.
Menggambarkan secara
spesifik pertimbangan dan keputusan yang dibuat.
b.
Menggambarkan informasi
yang diperlukan.
c.
Memanfaatkan
informasiyang ada
d.
Menentukan kapan dan
bagaimana cara memperoleh informasi
e.
Menyusun dan memilih
instrument pengumpulan informasi yang digunakan.
Kedua, tahap pengumpulan
data melalui dua langkah yaitu memperoleh informasi yang diperlukan dan
menganalisis dan mencatat informasi. Ketiga, tahap penilaian yang berisi
keiatan – kegiatan sebgai berikut:
a.
Membuat pertimbangan
yang digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan
b.
Membuat keputusan yang
merupakan suatu pilihan beberapa alternatif tindakan
c.
Mengikhtisarkan dan
melaporkan hasil penilaian
8. Model Pendekatan
Proses
Evaluasi kurikulum
model pendekatan proses ini tumbuh dan berkembang secara kualitatif, yang
menjadi pendekatan yang penting. Karakteristik model ini adalah:[11]
a.
Kriteria yang digunakan
untuk evaluasi tidak dikembangkan sebelum pelaksana (evaluator) berada di
lapangan.
b.
Sangat peduli dengan
masalah yang dihadapi oleh para pelaksana kurikulum.
c.
Evaluasi yang dilakukan
terhadap kurikulum adalah merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak terpecah
belah dalam bagian-bagian tertentu.
Adapun prosedur
evaluasi kurikulum model pendekatan proses adalah sebagai berikut:
a.
Pengumpulan data dari
berbagai sumber, misalnya kepala sekolah atau madrasah, guru dan tenaga
kependidikan
b.
Menganalisis data
setelah data terkumpul dari berbagai sumber
c.
Pengambilan keputusan
dan berpijak pada kelebihan dan kekurangan suatu kurikulum, sehingga akan
melahirkan pemikiran alternatif untuk perbaikan atau inovasi kurikulum.
9. Model Evaluasi
Kuantitatif[12]
Model kuantitatif
ditandai oleh cirri yang menonjol dalam penggunaan prosedur kuantitatif untuk
mengumpulkan data sebagai konsekuensi penerapan pemikiran paradigma
positivisme. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, paradigma positivism
menjadi tradisi keilmuan dalm evaluasi terutama melalui tradisi psikometrik.
Hal lain yang dapat
dikemukakan mengenai model-model kuantitatif ini ialah persamaan mereka dalam
fokus evaluasi yaitu pada kurikulum dimensi hasil belajar. Ada beberapa macam
dalam model evaluasi kuantitatif yaitu:
a. Model black box Tyler.
Model Tyler dinamakan
Black Box karena tidak ada nama resmi yang diberikan oleh pengembangnya. Tyler,
yang mengajukan model ini menuliskan buah pikirannya tersebut tidak dalam satu
tulisan lepas mengenai evaluasi kurikulum. Buku yang diberi judul Basic
principles of curriculum and instruction ditulis ketika ia bertugas
sebagai professor di Universitas Chicago.
Model yang dikemukakan
dibangun atas dua dasar, yaitu: evaluasi yang ditunjukkan kepada tingkah laku peserta
didik dan evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum
suatu pelaksanaan kurikulum serta pada saat peserta didik telah melaksanakan
kurikulum tersebut. Dengan dasar evaluasi yang kedua, Tyler menghendaki
evaluator dapat menetukan perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai hasil
belajar yang diperoleh dari kurikulum.
Dalam pelaksanaannya,
Tyler mengemukakan ada tiga prosedur utama yang harus dilakukan yaitu:
1) Menentukan tujuan kurikulum yang akan di evaluasi
2) Menentukan situasi di mana peserta didik mendapatkan kesempatan untuk
memperlihatkan tingkah laku yang berhubungan dengan tujuan
3) Menentukan alat evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur tingkah laku
peserta didik.
Model evluasi Tyler
memiliki keunggulan dalam kesederhanaannya. Evaluator dapat memfokuskan kajian
evaluasinya hanya pada satu dimensi kurikulum yaitu dimensi hasil belajar.
Keunggulan model Tyler pada sisi lain menjadi titik lemah model ini. Fokus pada
hasil belajar dan mengabaikan dimensi proses adalah sesuatu yang tidak sejalan
dengan pendidikan. Faktor lain yang menyebabkan kelemahan model ini adalah
kenyataan yang diungkapkan oleh banyak studi yang mengkaji dimensi proses.
Kenyataan yang terungkap dari hasil studi tentang proses ini menyebabkan sukar
untuk melakukan claim bahwa hasil yang diperlihatkan oleh
peserta didik adalah hasil yang ditimbulkan kurikulum yang dievaluasi.
b. Model teoritik Taylor
dan Maguire
Model ini lebih mendasarkan
dirinya pada pertimbangan teoritik suatu model evaluasi kurikulum. Unsur-unsur
yang ada dalam model ini seperti sumber sosial tujuan, tujuan yang dikembangkan
berdasarkan pendekatan behavioral, pengembangan strategi dan
semangat psikometrik kiranya merupakan pengaruh Tyler yang mungkin tidak
didasari Taylor dan Maguire.
Berdasarkan Standar Isi
dan Standar Kompetensi Lulusan tersebut maka satuan pendidikan mengembangkan
visi dan tujuan yang ingin dicapai satuan pendidikan tersebut. Tugas tugas
tersebut yaitu:
1) Menjadi pengemban tanggung jawab para pengembang kurikulum ditingkat satuan
pendidikan
2) Mencari data mengenai keserasian antara tujuan umum dengan tujuan
behavioral dan hasilnya dimasukkan menjadi vektor lanjur matrik penafsiran
3) Mengevaluasi pengembangan tujuan tersebut menjadi pengalaman belajar.
c. Model pendekatan
sistem Alkin
Pendekatan ini memiliki
keunikan dibandingkan pakar evaluasi lainnya dimana ia memasukkan unsur
pendekatan ekonomi mikro dalam pekerjaan evaluasi. Model ini dikembangkan
berdasarkan empat asumsi yaitu:
1) Variable perantara adalah merupakan satu-satunya kelompok variabel yang
dapat dimanipulasi.
2) Sistim luar tidak langsung dipengaruhi oleh keluaran sistim
3) Para pengambil keputusan sekolah tidak memiliki kontrol mengenai pengaruh
yang diberikan sistim luar.
4) Faktor masukkan mempengaruhi aktivitas faktor perantara.
Pada dasarnya, model
pendektan sistem Alkin dapat digunakan untuk melakukan kajian mengenai
kurikulum di Indonesia. Kekuatan model ini adalah keterkaitannya dengan sistem.
Evaluasi suatu satuan pendidikan yang masing-masing sangat dimungkinkan karena
setiap satuan pendidikan itu merupakan unit yang dikendalikan secara khusus
dengan berlakunya manajemen berbasis sekolah. Kelemahan model ini terutama
keterbatasannya dalam fokus kajian. Model ini hanya dapat digunakan untuk
mengevaluasi kurikulum yang sudah siap dilaksanakan oleh sekolah.
d. Model countenance
stake
Model ini adalah model
pertama evaluasi kurikulum yang dikembangkan Stake. Stake mengemukakan
keseluruhan kegiatan evaluasi yang harus dilakuakan dengan cara yang diinginkan
bagaimana evaluasi tersebut dilakukan. Model Stake dikelompokkan sebagai model
evaluasi kuantitatif karena pada awalnya model ini dikembangkan dengan
pendekatan kuantitatif. Tapi, apabila kemudian ada evaluator yang ingin
menggunakan model ini dengan pendekatan kualitatif tentu saja bisa.
10. Model Ekonomi
Mikro[13]
Model ekonomi mikro
pada dasarnya adalah model yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Sebagaimana
kebanyakan model kuantitatif, model ekonomi mikro memiliki fokus utama pada
hasil (hasil dari pekerjaan, hasil belajar dan hasil yang diperkirakan).
Dalam mengukur hasil,
digunakan suatu instrument yang sudah distandarisasi. Penggunaan instrumen
standar penting karena hanya dengan demikian perbandingan antara biaya dengan
hasil dapat dilakukan secara berimbang. Kurikulum lain yang dikembangkan oleh
satuan pendidikan lain mungkin didasarkan atas ide yng berbeda. Dalam pandangan
teoritik kurikulum satuan pendidikan tersebut dinyatakan bahwa seseorang
yang telah menyelesaikan studinya harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk
dapat hidup produktif di masyarakat.
Persoalan mengenai
persamaan tujuan kurikulum yang akan dibandingkan tidak akan dialami oleh evaluator
yang akan menerapkan model cost-benefit. Hal penting lainnya ialah bahwa skala
penilaian tersebut diukur pada pengukuran interval dan bukan ordinal.
Model terakhir dari
kelompok mikro ekanomi ialah yang dinamakan model cost-feasibility. Berbeda
dengan ketiga model terdahulu, model ini tidak berusaha mencari hubungan antara
biaya dengan hasil tertentu. Perhitungan biaya masa depan perlu diperhitungkan
agar kurikulum yang dikembangkan tersebut mendapat jaminan dalam
implementasinya.
11. Model Evaluasi
Kualitatif[14]
Ciri khas dari model
evaluasi kualitatif adalah selalu menempatkan proses pelaksanaan kurikulum
sebagai fokus utama evaluasi. Oleh karena itu kurikulum dalam dimensi kegiatan
atau proses lebih mendapatkan perhatian dibandingkan dimensi lain suatu
kurikulum walaupun harus dikatakan bahwa perhatian utama terhadap proses
dimensi lain.
Model utama evaluasi
kualitatif adalah studi kasus. Demikian kuatnya posisi studi kasus sebagai
model utama dilingkungan evaluasi kualitatif sehingga setiap orang berbicara
tentang model evaluasi kualitatif maka nama studi kasus segera muncul dalam
kontak memorinya.
H. Kesimpulan
Evaluasi kurikulum sebagai usaha sistematis mengumpulkan informasi mengenai
suatu kurikulum untuk digunakan sebagai pertimbangan mengenai nilai dan arti
dari kurikulum dalam suatu konteks tertentu. Evaluasi kurikulum dapat mencakup
keseluruhan kurikulum atau masing-masing komponen kurikulum seperti tujuan,
isi, atau metode pembelajaran yang ada dalam kurikulum tersebut. Secara sederhana,
dapat disamakan dengan penelitian karena evaluasi kurikulum menggunakan
penelitian yang sistematik, menerapkan prosedur ilmiah dan metode penelitian.
Perbedaan antara evaluasi dan penelitian terletak pada tujuan. Evaluasi
bertujuan untuk mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk
bahan penetuan keputusan mengenai kurikulum apakah akan ada revisi atau
diganti. Sedangkan penelitian memiliki tujuan yang lebih luas dari evaluasi
yaitu mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk mengujii teori atau
membuat teori baru.
Kurikulum merupakan study intelektual yang cukup luas. Banyak teori tentang
kurikulum. Beberapa teori menekankan pada rencana, pada inovasi, pada filosofi
dan pada konsep-konsep yang diambil dari perilaku manusia. Secara sederhana
teori kurikulum dapat diklasifikasikan atas teori-teori yang lebih menekankan
pada evaluasi kurikulum, pada situasi pendidikan serta pada organisasi
kurikulum. Terdapat beberapa perbedaan penekanan dalam kurikulum. Perbedaan
penekanan dalam kurikulum tersebut mengakibatkan perbedaan dalam pola rancangan
dan dalam pengembangannya. Konsep kurikulum yang menekankan isi memberikan
perhatian besar pada analisis pengetahuan baru yang ada. Konsep situasi
menuntut penilaian secara rinci tentang lingkungan belajar. Dan konsep
organisasi memberikan perhatian besar pada struktur belajar.
Perbedaan-perbedaan dalam rancangan tersebut mempengaruhi langkah-langkah
selanjutnya
Evaluasi kurikulum dilakukan oleh evaluator yang telah memenuhi syarat atau
kualifikasi. Tidak semua orang boleh menjadi evaluator, kecuali orang-orang
yang memang berkompeten di bidang kurikulum. Evaluator kurikulum dapat
diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu sebagai berikut:
1. Evaluator dalam
(internal evaluator)
2. Evaluator luar
(external evaluator)
Macam-macam model evaluasi yang digunakan bertumpu pada aspek-aspek
tertentu yang diutamakan dalam proses pelaksanaan kurikulum. Model evaluasi
yang bersifat komparatif berkaitan erat dengan tingkah laku individu. Evaluasi
yang menekankan tujuan berkaitan erat dengan kurikulum yang menekankan pada
bahan ajar atau isi kurikulum. Model atau pedekatan antropologis dalam evaluasi
ditunjukkan untuk mengevaluasi tingkah laku dalam suatu lembaga sosial
1.
Evaluasi kurikulum
model penelitian (research evaluation model)
2.
Model evaluasi
kurikulum yang berorientasi pada tujuan (goal/objective oriented evaluation
model)
3.
Model evaluasi
kurikulum yang lepas dari tujuan (goal free evaluation model)
4.
Model campuran
multifariasi
5.
Model evaluation
program for innovate curriculumbs (EPIC)
6.
Model CIPP (Contex,
Input, Procces, and Product)
7.
Model Ten Bink
baca sebelumnya di: EVALUASI KURIKULUM Bag. 1
[1] Muhammad
Zaini, Pengembangan Kurikulum.., hal. 148
[2] Muhammad
Zaini, Pengembangan Kurikulum.., hal. 149
[3] Muhammad
Zaini, Pengembangan Kurikulum.., hal. 151
[4].http://blog.elearning.unesa.ac.id/antok-saivul-huda/definisi-tujuan-dan-fungsi-evaluasi-kurikulum. diakses tanggal
09-03-2014
[5]
Muhammad Zaini, Pengembangan
Kurikulum.., hal. 152
[6]
Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum.., hal. 185
[7]
Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum.., hal. 186
[8]
Subandijah, Pengembangan
dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 122
[9]
Muhammad Zaini, Pengembangan
Kurikulum.., hal. 154
[10]
Burhan
Nurgiantoro, Dasar-dasar Pengembanagan Kurikulum Sekolah,(Yoyakarta:
BPFE, 1998), hal. 191
[11]
Muhammad Zaini, Pengembangan
Kurikulum.., hal. 158
[12]
Hamid Hasan, Evaluasi
Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 187
[13]
Hamid Hasan, Evaluasi
Kurikulum..., hal. 223
[14]
Hamid Hasan, Evaluasi
Kurikulum...,hal. 228
0 Response to "EVALUASI KURIKULUM Bag. 2 (makalah lengkap)"
Post a Comment