MODEL PEMBELAJARAN SOSIAL
makalah ini membahas tentang model pembelajaran sosial, ciri model pembelajaran, teori model pembelajaran, model bermain peran (role playing), model simulasi sosial, telaah yurisprudensi
A. Pendahuluan
Dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari berbagai
variabel pokok yang saling berkaitan yaitu kurikulum, guru/pendidik,
pembelajaran, peserta. Dimana semua komponen ini bertujuan untuk kepentingan
peserta. Berdasarkan hal tersebut pendidik dituntut harus mampu menggunakan
berbagai model pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan kegiatan
belajar. Hal ini dilatar
belakangi bahwa peserta didik bukan hanya sebagai objek tetapi juga merupakan
subjek dalam pembelajaran. Peserta didik harus disiapkan sejak awal untuk mampu
bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga berbagai jenis model pembelajaran
yang dapat digunakan oleh pendidik. Model-model pembelajaran sosial merupakan pendekatan
pembelajaran yang dapat digunakan di kelas dengan melibatkan peserta didik
secara penuh (student center) sehingga peserta didik memperoleh pengalaman
dalam menuju kedewasaan, peserta dapat melatih kemandirian, peserta didik dapat
belajar dari lingkungan kehidupannya.
Dalam proses pembelajaran, guru dan
peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan
dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan sosial. Pemecahan masalah
pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas,
tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri. Konsep yang
dipakai sebagai upaya pemecahan permasalahan itulah yang dimaksud dengan model
pembelajaran.
Model Pembelajaran adalah an
instructional model is a step-by-step procedure that leads
to specific learning outcomes.[1]
(model pembelajaran adalah prosedurlangkah-demi-langkah yang
mengarah ke hasil belajar yang spesifik). Joyce & Weil (1980)
mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan
demikian, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar. Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif (dalam
mencapai tujuan), yang relatif sulit dibedakan dengan strategi
pembelajaran.[2] Dan
strategi pembelajaran adalah An instructional strategy
is a method for delivering instruction that is intended to help students
achieve a learning objective.[3] (Strategi pembelajaran adalah
metode untukmemberikan instruksi yang dimaksudkan untuk membantu
siswa mencapai tujuanpembelajaran). Memahami beberapa pernyataan di atas
betapa perlu dan penting model pembelajaran dihadirkan dalam proses
pembelajaran agar situasi dan kondisi pemebelajaran menjadi baik dan terarah.
Banyak model pembelajaran yang dapat
dipakai oleh seorang guru untuk menunjang kegiatan pembelajaran untuk menjadi
lebih baik, dan jika seorang guru dapat memanfaatkan media, sumber atau
literatur tentang permodelan dalam pembelajaran tersebut, maka guru akan
menjadi profesional dalam menjalankan tugasnya. Satu contoh model yang dapat
digunakan adalah model pembelajaran sosial. Mengapa dikatakan model
pembelajaran sosial? “Karena pendekatan pembelajaran yang termasuk dalam
kategori model ini menekankan hubungan individu dengan masyarakat atau orang
lain. Model-model dalam kategori ini difokuskan pada peningkatan kemampuan
individu dalam berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses demokratis
dan bekerja secara produktif dalam masyarakat”[4] Dengan
demikian siswa dalam proses belajar akan memasuki nuansa sebenarnya dimana
problem sosial yang mungkin saja dihadapinya setiap hari. Dalam proses
pembelajaran itu siswa mencoba mengatasi sendiri permasalahan-permasalahannya
dengan baik.
Satu sisi dari eksistensi manusia
itu adalah sebagai makhluk sosial, maka menjadi sangat penting bila anak-anak
itu diajarkan sedini mungkin pada pola kehidupan sosial. Bahkan Elizabeth
B. Hurlock mengungkapkan bahwa “ karena pola perilaku sosial atau
perilaku yang tidak sosial dibina pada masa kanak-kanak awal atau masa
pembentukan, maka pengalaman sosial itu sangat menentukan kepribadian setelah
anak menjadi dewasa”.[5]
Untuk itu model pembelajaran sosial ini menitik beratkan terhadap tingkah laku
anak pada peran, simulasi dan tanggap serta dapat mengatasi problem-problem
sosial yang dialami anak dengan baik.
Untuk lebih jelas tentang apa
sajakah yang tergolong dalam model pembelajaran sosial ini, penulis akan
merujuk pada konsep Hamzah B. Uno dalam bukunya model pembelajaran, beliau
membaginya menjadi 3 model pembelajaran sosial, yaitu (1) model pembelajaran
bermain peran, (2) model pembelajaran simulasi sosial dan (3) model
pembelajaran telaah kajian yurisprudensi.[6]
Ketiga model inilah yang akan di bahas dalam makalah ini.
B. Rumusan
Masalah
Dari uraian pendahuluan di atas, maka makalah tentang
model pembelajaran sosial ini akan membahas tentang hal-hal sebagai berikut:
1. Apa dan
bagaimana proses pelaksanaaan model pembelajaran bermain peran?
2. Apa dan bagaimana
proses pelaksanaaan model pembelajaran simulasi sosial?
3. Apa dan
bagaimana proses pelaksanaaan model pembelajaran telaah yurisprudensi?
C. Definisi Model Pembelajaran Menurut Para Ahli
Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu
pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Jadi, sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan,
strategi atau metode pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagaimacam model pembelajaran,
dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan
banyak alat bantu dalam penerapannya.[7]
D. Ciri-ciri Model Pembelajaran
1.
Rasional teoritik yang
logis yangdisusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2.
Landasan pemikiran
tentang apa dan bagaimana siswa belajar.
3.
Tingkah laku mengajar
yang diperlukanagar model tersebut dapat dilaksanakandengan berhasil.
4.
Lingkungan belajar yang
duperlukanagar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
E. Teori Model
Pembelajaran menurut para ahli:[9]
1. Model
pembelajaran menurut Kardi dan Nur ada lima model pembelajaran yang
dapat digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu: pembelajaran langsung;
pembelajaran kooperatif; pembelajaran berdasarkan masalah; diskusi; dan
learning strategi.
2. Menurut Dedi
Supriawan dan A. Benyamin Surasega (1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok
model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan
informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku.
Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut
diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
3. Menurut E.
Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai
dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching Learning); (2) Bermain Peran (Role Playing);
(3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning); (4)
Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran dengan Modul (Modular
Instruction).
4. Menurut
Joyce dan Weil (1986: 14-15) mengemukakan bahwa setiap model belajar mengajar
atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut.
a. Sintak (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang
menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata (Joyce dan Weil,
1986:14). Contohnya, bagaimana kegiatan pendahuluan pada proses pembelajaran
dilakukan? Apa yang akan terjadi berikutnya?
b. Sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan hubungan guru dan
siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah bervariasi pada
satu model dengan model lainnya. Pada satu model, guru berperan sebagai
fasilitator namun pada model yang lain guru berperan sebagai sumber ilmu
pengetahuan.
c. Prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana guru
memperlakukan siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang dilakukan
siswanya. Pada satu model, guru memberi ganjaran atas sesuatu yang sudah
dilakukan siswa dengan baik, namun pada model yang lain guru bersikap tidak
memberikan penilaian terhadap siswanya, terutama untuk halhal yang berkait
dengan kreativitas.
d. Sistem pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana, bahan,
dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.
5. Menurut Toeti Soekamto dan
Winataputra (1995:78) mendefinisikan ‘model pembelajaran’ sebagai kerangka
konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar
dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Dengan demikian
dapatlah disimpulkan bahwa model-model pembelajaran merupakan kerangka
konseptual sedangkan strategi lebih menekankan pada penerapannya di kelas
sehingga model-model pembelajaran dapat digunakan sebagai acuan pada kegiatan
perancangan kegiatan yang sistematik dalam mengkomunikasikan isi pelajaran
kepada siswa. Sedangkan sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bahwa yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah model pembelajaran sosial dengan berbagai
macam bentuknya.
F. Model Pembelajaran Sosial
Mengapa dikatakan model pembelajaran
sosial? Karena pendekatan pembelajaran yang termasuk dalam kategori model ini
menekankan hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain. Model-model
dalam kategori ini difokuskan pada peningkatan kemampuan individu dalam
berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses demokratis dan bekerja
secara produktif dalam masyarakat. Dalam hal ini, akan dipelajari 3 model
pembelajaran yang termasuk ke dalam pendekatan pembelajaran sosial, yaitu (1)
model pembelajaran bermain peran, (2) model pembelajaran simulasi sosial, dan
(3) model pembelajaran telaah atau kajian yurisprudensi.
G. Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing)
model role playing (bermain peran) adalah model pembelajaran dengan cara memberikan
peran-peran tertentu kepada peserta didik dan mendramatisasikan peran tersebut
kedalam sebuah pentas. Bermain
peran (role playing) adalah salah
satu model pembelajaran interaksi sosial yang menyediakan kesempatan kepada
murid untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif dengan
personalisasi.[10] Oleh karena itu, bentuk
pengajaran role playing memberikan pada murid seperangkat/serangkaian
situasi-situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang
dirancang oleh guru. Selain itu, role
playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana
pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan
peran orang lain saat menggunakan bahasa tutur.
Model pembelajaran bermain peran (role playing) dibuat
berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam
suatu situasi permasalahan kehidupan nyata, bermain peran dapat mendorong murid
mengekspresikan perasaannya dan bahkan melepaskannya, dan bahwa proses
psikologis melibatkan sikap, nilai dan keyakinan kita serta mengarahkan pada
kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis.[11]
Model role playing dapat membimbing anak didik
untuk memahami prilaku dan peran mereka dalam interaksi sosial, agar mampu
memecahkan masalah-masalah dengan lebih efektif. Role playing dirancang
secara husus oleh Fannie dan George Shaftel untuk membantu anak
didik mempelajari dan merefleksikan nilai-nilai sosial, membantu mereka
mengumpulkan dan mengolah informasi, mengembangkan empati dan memperbaiki
keterampilan sosial mereka. Dengan penyesuaian yang cocok, model ini dapat
diterapkan pada siswa di seluruh tingkat umur.[12]
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa model role playing adalah model bermain peran dengan cara memberikan
peran-peran tertentu atau serangkaian situasi-situasi belajar kepada murid
dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru dan
didramatisasikan peran tersebut kedalam sebuah pentas.
Langkah-langkah
yang harus dilakukan dalam model pembelajaran bermain peran menurut Suherman
adalah:[13]
1) Menyiapkan skenario pembelajaran
2) Menunjuk beberapa murid untuk mempelajari
skenario tersebut
3) Pembentukan kelompok murid
4) Penyampaian kompetensi
5) Menunjuk murid untuk melakonkan skenario yang
telah dipelajarinya
6) Kelompok murid membahas peran yang dilakukan
oleh pelaku.
7) Presentasi hasil kelompok
8) Bimbingan penyimpulan dan refleksi.
Sedangkan menurut Hamzah B.Uno, Prosedur bermain peran
terdiri atas sembilan langkah, yaitu: (1) persiapan/pemanasan, (2) memilih
partisipan, (3) menyiapkan pengamat (observer), (4) menata panggung atau tempat
bermain peran, (5) memainkan peran, (6) diskusi dan evaluasi, (7) memainkan
peran ulang, (8) diskusi dan evaluasi kedua, dan (9) berbagi pengalaman dan
kesimpulan.[14]
1. Role
playing dapat memberikan semacam hidden practise, dimana murid tanpa sadar
menggunakan ungkapan-ungkapan atau istilah-istilah baku dan normatif terhadap
materi yang telah dan sedang mereka pelajari
2.
Role
playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar.
3. Role
playing dapat memberikan kepada murid kesenangan karena role playing pada dasarnya
adalah permainan. Dengan bermain murid akan merasa senang karena bermain adalah
dunia murid. Masuklah ke dunia murid, sambil kita antarkan dunia kita
H. Model Pembelajaran simulasi sosial
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya
pura- pura atau berbuat seolah- olah. Kata simulation artinya tiruan atau
perbuatan yang pura- pura. Dengan demikian, simulasi dalam metode pembelajaran
dimaksudkan sebagai cara untuk menjelaskan sesuatu (bahan pelajaran) melalui
perbuatan yang bersifat pura- pura atau melalui proses tingkah laku lak
imitasi. Atau bermain peran mengenai tingkah laku yang dilakukan seolah- olah
dalam keadaan yang sebenarnya.[16]
Simulasi merupakan suatu metode pembelajaran
praktek interaktif yang melibatkan penciptaan situasi atau ruang belajar dalam
suatu program pelatihan.Tujuan dari simulasi adalah untuk memunculkan
pengalaman pembelajaran selama mengikuti program pelatihan. Metode ini mirip
dengan permainan peran, tetapi dalam simulasi, peserta peserta lebih banyak
berperan sebagai dirinya sendiri saat melakukan kegiatan. Misalnya: sebelum
melakukan praktek penerbangan, seorang siswa sekolah penerbangan melakukan
simulasi penerbangan terlebih dahulu (belum benar-benar terbang).
Metode simulasi telah diterapkan dalam
pendidikan lebih dari tiga puluh tahun. Pelopornya adalah Sarene Boocock dan
Harold Guetzkow. Walaupun model simulasi bukan dari disiplin ilmu pendidikan,
tetapi merupakan penerapan dari prinsip sibernetik, suatu cabang dari psikologi
sibernetik yaitu suatu study perbandingan antara mekanisme kontrol manusia
(biologis) dengan sistem elektro mekanik, seperti komputer. Jadi, berdasarkan
teori sibernetika ahli psikologi menganalogikan mekanisme kerja manusia seperti
mekanisme mesin elektronik. Menganggap siswa (pembelajar) sebagai suatu sistem
yang dapat mengendalikan umpan balik sendiri (self regulated feedback). Sistem
kendali umpan balik ini, baik manusia maupun mesin mempunyai tiga fungsi, yaitu
(1) menghasilkan gerakan/ tindakan sistem terhadap target yang diinginkan,
(2)membandingkan dampak dari tindakannya tersebut, (3) memanfaatkan kesalahan
(error) untuk mengarahkan kembali ke jalur yang seharusnya. [17]
Prosedur Pembelajaran proses simulasi tergantung pada
peran guru/fasilitator. Ada empat prinsip yang harus dipegang oleh fasilitator/guru.
Pertama adalah penjelasan. Untuk melakukan simulasi, pemain harus benar- benar
memahimi aturan mainnya, oleh karena itu sebelum permainan dimulai, guru/
fasilitator harus menjelaskan tentang aturan permainan dalam simulasi. Kedua
adalah mengawasi (refeereing). Simulasi dirancang untuk tujuan tertentu dengan
aturan dan prosedur permainan tertentu. Oleh karena itu, fasilitator harus
mengawasi jalannya permainan agar dapat berjalan sesuai dengan ketentuan.
Ketiga adalah melatih (Coaching). Dalam simulasi, pemain akan melakukan
kesalahan. Oleh karena itu, fasilitator harus memberikan bimbingan, saran dan
petunjuk agar pemain tidak mengulangi kesalahan yang sama. Keempat adalah
diskusi. Dalam simulasi, refleksi menjadi bagian yang penting. Oleh karena itu,
setelah simulasi selesai, fasilitator harus mendiskusikan beberapa hal antara
lain: kesulitan- kesulitan, hikmah yang bisa diambil, bagaimana memperbaiki
kekurangan simulasi dan sebagainya.[18]
Dalam permainan simulasi, yang harus dilakukan
oleh guru adalah: (1) Mempersiapkan siswa yang menjadi pemeran simulasi, (2) Menyusun
skenario dengan memperkenalkan siswa terhadap aturan, peran, prosedur, pemberian
skor (nilai), tujuan permainan dan lain- lain. Guru menunjuk siswa untuk
memegang peran- peran tertentu dan menguji cobakan simulasi untuk memastikan
bahwa seluruh siswa memahami aturan main simulasi tersebut, (3) Melaksanakan
simulasi, siswa berpartisipasi dalam permainan simulasi dan guru melakukan
peranannya sebagimana mestinya.[19]
Dalam simulasi, pemain/peserta akan mengalami
kesalahan. Oleh karena itu guru/fasilitator harus memberikan saran, petunjuk
atau arahan sehingga memungkinkan mereka tidak melakukan kesalahan yang, sama.
Dan keempat adalah diskusi.
Kaitannya dengan kelompok model pembelajaran,
simulasi diarahkan pada model pembelajaran sosial. Simulasi sosial adalah
simulasi yang dimaksudkan mengajak peserta melalui suatu pengalaman yang
berkaitan dengan persoalan-persoalan sosial. Menurut pengalaman sejumlah guru,
metode simulasi dalam konteks model pembelajaran sosial sangat efektif
digunakan jika guru menghendaki agar siswa menemukan makna diri (jati diri) di
dalam dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Jenis model
pembelajaran sosial misalnya melalui bermain peran dan atau simulasi. Dalam
bermain peran, siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya
peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang
lain. Fungsi model pembelajaran sosial adalah (1) untuk menggali perasaan
siswa, (2) memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap,
nilai dan persepsi, (3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan
masalah, dan (4) mendalami mata pelajaran dengan berbagai cara.
Aplikasi permainan simulasi dapat merangsang berbagai bentuk
belajar, seperti belajar tentang persaingan (kompetisi), kerja sama, empati,
sistem sosial, konsep, keterampilan, kemampuan berpikir kritis, pengambilan
keputusan dan lain-lain. Namun demikian, model simulasi agak berbeda dengan
model-model lain. Model ini agak rumit, tergantung pada pengembangan simulasi
yang tepat, baik yang melibatkan peneliti, pengembang, (sistem analis,
programer dan lain-lain), perusahaan komersial, guru atau kelompok guru dan
lain-lain. Dewasa ini, dengan semakin majunya teknologi komunikasi dan
informasi, seperti komputer dan multimedia, telah banyak permainan simulasi
dihasilkan untuk berbagai kebutuhan yang mencakup berbagai topik dari berbagai
disiplin ilmu (mata pelajaran)[20]
I. I. Model Pembelajaran Telaah Yurisprudensi
Model ini dirancang untuk siswa dalam studi sosial dan
menyiratkan metode kasus sebuah studi, mengingatkan pendidikan hukum. Studi
kasus yang melibatkan masalah sosial di daerah-daerah di mana kebijakan publik
harus dilakukan (keadilan dan kesetaraan, kemiskinan dan kekuasaan dll) Mereka
dituntun untuk mengidentifikasi kebijakan publik isu-isu serta pilihan yang
tersedia untuk berhubungan dengan mereka dan nilai-nilai yang mendasari
orang-orang pilihan. Model ini dapat digunakan di daerah manapun di mana ada
isu-isu kebijakan publik, karena etika misalnya dalam ilmu pengetahuan, bisnis
dan olahraga dan lain-lain.
Model ini didasarkan pada konsepsi masyarakat di mana orang
berbeda pandangan dan prioritas dan nilai-nilai sosial yang sah bertentangan
satu dengan lainnya. Menyelesaikan kompleks, isu-isu kontroversial dalam
konteks tatanan sosial yang produktif membutuhkan warga negara yang dapat
berbicara satu sama lain dan berhasil bernegosiasi tentang perbedaan mereka.permasalahan daerah umum, masalah ras dan etnis, konflik keagamaan dan ideologis, konflik keamanan individu, konflik antara kelompok-kelompok
ekonomi, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan
keamanan bangsa.
Sintaks Model yurisprudensi:
1.
Orientasi untuk kasus
2.
Mengidentifikasi masalah
3.
Mengambil posisi
4.
Menjelajahi sikap yang mendasari posisi yang diambil
5.
Refining dan kualifikasi posisi
6.
Pengujian asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi.
Reaksi dari model
Yurisprudensi adalah:
1.
Mempertahankan iklim intelektual yang kuat di mana semua
pandangan dihormati; menghindari evaluasi langsung pendapat siswa.
2.
Lihat bahwa isu-isu yang benar-benar dieksplorasi
3.
Substansi berpikir siswa melalui pertanyaan relevansi,
konsistensi, spesifisitas, umum, kejelasan definisi, dan kontinuitas.
Pengajaran Model yurisprudensi Menjaga gaya dialektis; gunakan dialog
konfrontatif, mempertanyakan asumsi siswa dan menggunakan contoh yang spesifik
(analogi) untuk lebih berfariasi dengan laporan yang umum.
hindari mengambil sikap keras kepala. konteks untuk mengeksplorasi situasi dari peristiwa sejarah untuk menjelajahi adanya nilai hukum.
hindari mengambil sikap keras kepala. konteks untuk mengeksplorasi situasi dari peristiwa sejarah untuk menjelajahi adanya nilai hukum.
Peran guru selama latihan ini sangatlah penting.
Siswa sebagai peneliti, juga mendiskusikan, dan berdebat, guru harus mendorong
siswa untuk melibatkan diri ke satu sisi masalah ini, tapi akan mendukung jika
mereka berubah pikiran ketika dihadapkan dengan bukti baru, dan mendorong
mereka untuk mempertimbangkan sudut pandang lain. Pada tiap saat, guru harus
tetap netral terhadap masalah ini, mendorong diferensiasi posisi, dan mempromosikan
sintesis dari posisi yang berbeda yang disajikan di depan kelas.
Aplikasi Akhir dari model ini adalah fase yang
paling penting. Dalam fase ini bahwa siswa mengambil apa yang telah dipelajari
dan menerapkannya ke lingkungan mereka. Siswa harus mampu melihat nilai dalam
ilmu yang telah mereka pelajari dan melihat bahwa dengan pengetahuan ini mereka
dapat memiliki dampak yang muncul.
Langkah pertama dari proses ini adalah untuk
setiap siswa mengusulkan sebuah rencana aksi secara keseluruhan dengan resolusi.
Beberapa cara siswa telah menerapkan apa yang telah mereka pelajari dan menjadi
terlibat dalam kegiatan masyarakat meliputi:
1.
Menulis surat kepada dewan kota, perwakilan negara, negara
senator, gubernur, atau walikota.
2.
Terkemuka atau berpartisipasi dalam kegiatan seperti
pembersihan masyarakat, kegiatan daur ulang, atau petition drives.
3.
Menghadiri pertemuan atau rapat dewan kota lingkungan lokal.
Apa pun tindakan siswa mengambil harus dinilai dalam keterangan laporan rencana aksi mereka.
Apa pun tindakan siswa mengambil harus dinilai dalam keterangan laporan rencana aksi mereka.
Kunci untuk model instruksi adalah bahwa siswa
mendapat kesempatan untuk menerapkan keterampilan penyidikan dan strategi
tindakan untuk masyarakat dimana mereka tinggal.
[1]
Gunter, M. A., Estes,
T. H., & Schwab, J. H. 1990. Instruction: A models approach.
Boston: Allyn and Bacon. hl. 67
[3]
Burden, P. R., &
Byrd, D. M. 1996. Method for effective teaching, second edition.
Boston: Allyn and Bacon. h. 85
[4]
Hamzah B. Uno, Model
Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, (Jakarta:
PT. Bumi Aksara, 2012) h. 25
[5]
Elizabeth B Hurlock,
1978, Perkembangan Anak, (terj.Med Meitasari Tjandrasa & Muslichah
Zarkasi), Jakarta: Glora Aksara Pratama, h. 256.
[6]
Elizabeth B Hurlock,
1978, Perkembangan Anak, h.256.
[12]
Bruce Joice
& Marsha Weil, Models of Teaching, Terj. Achmad Fawaid dan Ateilla
Mirza, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 36
[13]
Suherman,
E. 2009. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Murid. Educare; Jurnal Pendidikan dan
Budaya. ISSN 1412-579x, (Online) http://educare.e-fkipunla.net, (diakses
tanggal 20-09-2014), h. 7
0 Response to "MODEL PEMBELAJARAN SOSIAL (makalah lengkap)"
Post a Comment