MACAM, KARAKTERISTIK, DAN TUJUAN QASHASH AL-QUR'AN
B. Macam-macam Qaṣhaṣh al-Qur’ān
Menurut Manna Khalil al-Kattan[14], qashash atau kisah-kisah yang terdapat dalam Al-qur'an dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Dilihat dari sisi pelaku
Dari sudut pandang pelaku, kiah-kisah dalam Al-qur'an dapat lagi dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
a) Kisah/qashash para nabi
Pada bagian ini, kisah dalam Al-qur'an berisikan tentang ajakan para nabi kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat yang menimpa orang beriman (mempercayai) dan golongan yang mendustakan para nabi. Misalnya kisah Nabi Nuh, a.s., Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa, a.s., Nabi Harun, a.s, Nabi Isa, a.s., Nabi Muhammad saw, dan nabi-nabi serta rasul lainnya.
b) Kisah yang berhubungan dengan masa lalu dan orang-orang yang tidak disebutkan kenabiannya.
Misalnya kisah orang yang keluar dari kampung halamannya, yang beribu-ribu jumlahnya karena takut mati, kisah Talut dan Jalut, dua orang putera Adam, Aṣhabul Kahfi, Dzul Qarnain, Qarun, Ashabus Sabti (orang–orang yang menangkap ikan pada hari sabtu), misalnya Maryam, Aṣhabul ukhdud, Aṣhabul Fil dan lain-lain.
c) Kisah yang terjadi pada masa Rasulullah saw.
Seperti perang Badar dan Uhud dalam Surah Ali Imran, perang Hunain dan Tabuk dalam Surah al-Taubah, perang al-Akhzab, Hijrah, Isra’ dan lain-lain.
qashash/Kisah-kisah mengenai para nabi dalam Al-qur'an bervariasi sesuai dengan kasus, tetapi mereka semua adalah pemberi peringatan yang mendapat perlindungan Allah swt. kepada para hambaNya. Perlindungan ini adalah salah satu elemen dalam narasi yang dipercepat dengan insiden. Contoh Nabi Ibrahim, a.s. diselamatkan dari api yang dilempar kedalamnya oleh umatnya setelah dia menghancurkan patung-patung, Q.S. Al-Anbiya’ (21): 68-71. Nabi Isa, a.s. diselamatkan ketika Allah swt, secara mukjizat menghalanginya dari orang-orang Yahudi dari menyalibnya Q.S. an-Nisa (4): 157[15].
2. Dilihat dari panjang pendeknya.
Dalam hal ini, qashash/kisah-kisah dalam Alquran dapat dibedakan menjadi tiga bagian[16], yakni :
a. Kisah yang panjang, contohnya kisah Nabi Yusuf, a.s. dalam Q.S. Yusuf (12) yang hampir seluruh ayatnya mengungkapkan kehidupan Nabi Yusuf, sejak masa kanak-kanak sampai dewasa dan memiliki kekuasaan.
b. Kisah yang sedang, seperti kisah Nabi Musa, a.s. dalam Q.S. al-Qaṣaṣ (28), kisah Nabi Nuh, a.s. dan kaumnya dalam Q.S. Nuh (71), dan lain-lain. Kisah yang lebih pendek dari kisah yang sedang, seperti kisah Maryam dalam Q.S. Maryam (19), kisah Aṣhab al-Kahfi pada Q.S. al-Kahfi (18), kisah Nabi Adam, a.s. dalam Q.S. al-Baqarah(2), dan Q.S. Thoha (20), yang terdiri atas sepuluh atau beberapa belas ayat saja.
c. Kisah yang pendek, yaitu kisah yang jumlahnya kurang dari sepuluh ayat, misalnya kisah Nabi Luth, a.s dalam Q.S. al-A’raaf (7), kisah Nabi Ṣalih, a.s. dalam Q.S. Hud (110), dan lain-lain.
3. Dilihat dari jenisnya
Apabila dilihat dari segi jenisnya, kisah-kisah dalam Alquran dapat dibagi menjadi tiga macam,[17] yaitu:
a. Kisah Sejarah (al-qiṣaṣ al-tarikhiyyah), berkisar tentang kisah-kisah sejarah, seperti para nabi dan rasul.
b. Kisah perumpamaan (al-qiṣaṣ al-tamṡlsiyah), untuk menerangkan atau memperjelas suatu pengertian, bahwa peristiwa itu tidak benar terjadi tetapi hanya perkiraan.
c. Kisah asatir, kisah ini untuk mewujudkan tujuan-tujuan ilmiah atau menafsirkan fenomena yang ada atau menguraikan masalah yang sulit diterima akal.
Jika dilihat dari sudut pandang yang lain, kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran pada umumnya mengandung tiga unsur[18] yaitu:
1. Pelaku (al-sakhsiyyat), kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran tidaklah hanya manusia, seperti dalam Q.S. al-Naml (27): 23, tetapi juga ada malaikat, seperti dalam Q.S. Hud (11): 69-83, Jin dalam Q.S. saba’(34):12, dan binatang (burung, semut, dll), dalam Q.S. al-Naml (27): 18-19.
2. Peristiwa (ahdaṡ), hal ini terbagi menjadi: peristiwa yang berkelanjutan, peristiwa yang dianggap luar biasa, seperti dalam Q.S. al-Maidah (5): 110-115, dan peristiwa yang dianggap biasa, seperti dalam Q.S. al-Maidah (5) : 116-118.
3. Dialog (al-hiwar), seperti dalam Q.S. al-A’raf (7):11-25, Thaha (20): 9-99.
Dr. Mardan[19] dalam membagi macam-macam kisah dalam Alquran, mengemukakan bahwa kisah-kisah dalam Alquran dapat dilihat :
1. Dari segi pengungkapannya. Dalam hal ini, dapat dibedakan ; a) kadang-kadang Allah menyebut suatu kisah berulang-ulang dalam uṣlub yang berbeda tanpa memberi kesan membosankan, karenanya kadang-kadang dijumpai dalam Alquran kisah seorang nabi disebut dibeberapa surah, seperti kisah Nabi Musa ; b) kadang-kadang pula Allah menyebut kisah seorang nabi dalam surah tertentu, seperti kisah Nabi Yusuf.
2. Dari segi urutan permasalahan yang dikemukakan. Dalam hal ini dapat dibedakan ; a) pengungkapan kisah dimulai terlebih dahulu dengan intisari atau ringkasan kisah, setelah itu diuraikan perinciannya dari awal sampai akhir, seperti kisah aṣhabul kahfi; b) Pengungkapan kisah dimulai dari akhir cerita, kemudian kisah itu kembali diulangi dari awal sampai akhir, seperti kisah Nabi Musa dengan Fir’aun; c) kadang-kadang pula suatu kisah diuraikan secara langsung tanpa didahului oleh pendahuluan dan kesimpulan, seperti kisah Maryam di saat kelahiran Nabi Isa; d) kadang-kadang juga suatu kisah diungkap seperti drama, misalnya kisah Nabi Ibrahim dan Ismail ketika membangun Ka’bah.
3. Dilihat dari sudut dimulainya kisah dan perkembangan tokohnya. Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi ; a) Ada kisah Alquran dimulai dari awal kelahiran tokohnya, seperti kisah Nabi Adam, kisah Nabi Isa, dan lain-lain; b) kadang-kadang suatu kisah dimulai dari tidak terlalu awal kelahiran dan akhir kehidupan tokohnya, seperti kisah Nabi Yusuf, demikian juga dengan kisah Nabi Ibrahim; c) kadang-kadang pula kisah dimulai pada akhir perkembangan kehidupan tokohnya, seperti kisah Nabi Nuh, Hud, dan lain-lain.
4. Dilihat dari segi penyebutan tempat dan tokohnya. Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi ; a) Kisah yang ditunjukkan tempat, tokoh dan gambaran peristiwanya, seperti kisah Nabi Musa dengan Fir’aun, kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, kisah Nabi Syuaib, kisah Nabi Nuh, dan lain-lain; b) kisah yang mengemukakan peristiwa atau keadaan tertentu pelaku sejarah tanpa menyebutkan nama tokoh dan tempatnya, seperti kisah dua putra Nabi Adam yang melaksanakan kurban dalam Q.S. al-Ma’idah : 27-30; c) kisah dalam bentuk dialog yang tidak menyebut pelaku dan tempatnya, seperti kisah dua orang pemilik kebun dalam Q.S. al-Kahfi : 32-43.
5. Dilihat dari segi isi dan kandungan. Dalam hal ini dapat dibedakan atas ; a) Kisah para nabi dan rasul, kisah seperti ini berisi gambaran seruan para nabi dan rasul kepada kaumnya; kisah yang berhungan dengan kejadian-kejadian masa lampau; d) kisah yang ada sangkut-pautnya dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa Nabi Muhammad saw., seperti kisah hijrah, kisah isra’, dan lain-lain.
C. Karakteristik Qaṣhaṣh al-Qur’ān
Secara umum, Al-qur'an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa secara berurutan (kronologis) dan memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar, tetapi terkadang berbagai kisah disebutkan berulang-ulang dibeberapa tempat, ada pula beberapa kisah disebutkan Alquran dalam bentuk yang berbeda, disatu tempat ada bagian yang didahulukan dan ditempat lain diakhirkan. Kadang-kadang pula disajikan secara ringkas dan kadang secara panjang lebar. Hal tersebut menimbulkan perdebatan di antara kalangan orang yang meyakini dan orang-orang yang meragukan Alquran. Mereka yang ragu terhadap Alquran sering mempertanyakan, mengapa kisah-kisah dalam Alquran tidak disusun secara kronologis dan sistematis sehingga lebih mudah dipahami? Karena hal itu menurut mereka dipandang tidak efektif dan efisien[20].
Menurut Manna Khalil al-Qattan, bahwa penyajian kisah-kisah dalam Alquran begitu rupa mengandung beberapa hikmah, yaitu :
1. Menunjukkan kehebatan mukjizat Al-qur'an.
2. Memberikan perhatian besar terhadap kisah tersebut untuk menguatkan kesan yang mantap dan melekat dalam jiwa.
3. Memperlihatkan adanya perbedaan tujuan diungkapkannya kisah tersebut.
Kisah dalam Alquran memberikan faedah yang sangat tinggi dan sekaligus memberikan gambaran tentang karakteristik kisahnya, yakni sebagai berikut[21]:
1. Menjelaskan prinsip-prinsip dakwah dan pokok-pokok syariat yang dibawa oleh setiap nabi, Q.S. Al-Anbiya’ (21) : 25.
2. Meneguhkan hati Rasulullah dan umatnya dalam menegakkan agama Allah swt. serta menegakkan kepercayaan orang-orang yang beriman melalui datangnya pertolongan Allah swt. dan hancurnya kebatilan beserta para pendukungnya, Q.S. Hud (11) : 120.
3. Membenarkan nabi-nabi terdahulu dan mengingatkan kembali jejak-jejak mereka.
4. Memperlihatkan kebenaran nabi Muhammad saw. dalam penuturannya mengenai orang-orang terdahulu.
5. Membuktikan kekeliruan ahli kitab yang telah menyembunyikan keterangan dan petunjuk, Q.S. Ali Imran (3) : 93
6. Kisah merupakan salah satu bentuk sastera yang menarik bagi setiap pendengarnya dan memberikan pengajaran yang tertanam dalam jiwa, Q.S. Yusuf (12) : 111.
D. Tujuan Qaṣhaṣh Al-Qur’ān
Kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran menjadi bukti kuat bagi umat manusia bahwa Alquran sangat sesuai dengan kondisi mereka, karena sejak kecil sampai dewasa bahkan sampai tua, jarang orang yang tak suka pada kisah, apalagi bila kisah mempunyai tujuan ganda, yakni disamping pengajaran dan pendidikan juga berfungsi sebagai hiburan. Alquran sebagai kitab yang berisi hidayah mencakup kedua aspek itu, disamping tujuan yang mulia, juga kisah-kisah tersebut diungkapkan dalam bahasa yang indah dan menarik, sehingga tak ada orang yang bosan membaca dan mendengarnya. Sejak dahulu sampai sekarang, telah berlalu empat belas abad, kisah-kisah Alquran yang diungkapkan dalam Bahasa Arab itu masih up dated, mendapat tempat dan hidup di hati umat, padahal bahasa-bahasa lain telah banyak yang masuk museum, dan tidak terpakai lagi dalam berkomunikasi seperti Bahasa Ibrani, Bahasa Latin, dan lain-lain.[22]
Kisah-kisah dalam Alquran bukanlah suatu gubahan yang bernilai sastera saja, baik gaya bahasa maupun cara menggambarkan peristiwa-peristiwa, tetapi juga merupakan suatu media untuk mewujudkan tujuan yang asli. Kisah-kisah dalam Alquran secara umum mempunyai tujuan untuk kebenaran dan semata-mata untuk keagamaan[23]. Adapun tujuan kisah-kisah yang terdapat dalam Alquran, seperti yang telah dikemukakan oleh Muhammad Chirjin[24] adalah sebagai berikut :
1. Menetapkan adanya wahyu dan kerasulan.
2. Menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah swt.
3. Menerangkan bahwa semua agama itu dasarnya satu dan semuanya dari Tuhan Yang Maha Esa.
4. Menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh nabi-nabi dalam berdakwah itu satu dan sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa.
5. Menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw., dengan agama Nabi Ibrahim, a.s. secara khusus, dan dengan agama-agama Bangsa Israil pada umumnya dan menerangkan bahwa hubungan ini lebih erat daripada hugungan umum antara semua agama.
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pada uraian-uraian di atas, maka dapatlah ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Bahwa yang dimaksud dengan Qaṣaṣ al-Qur’ān adalah kisah-kisah dalam Alquran tentang kejadian dimasa lampau yang bersisi pesan-pesan kepada umat manusia untuk senantisa bertakwah kepada Allah swt.
2. Bahwa macam-macam kisah dalam Alquran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
a. Dilihat dari segi pelaku, terdiri dari ; 1) kisah para Nabi; 2) kisah-kisah yang berhubungan dengan kejadian masa lalu dan orang-orang yang tidak disebutkan kenabiaannya; 3) kisah-kisah tentng kejadian pada masa Rasulullah saw.
b. Dilihat dari panjang pendeknya, terbagi menjadi ; 1) Panjang; 2) Sedang; 3) Pendek.
c. Dilihat dari segi jenisnya, dibagi menjadi ; 1) kisah sejarah (al-Qiṣaṣ al-Tarikhiyyah); 2) kisah perumpamaan (al-Qiṣaṣ al-Amṡaliyyah); 3) kisah Asatir
3. Bahwa karakteristik Qaṣaṣ al-Qur’ān yaitu dengan cara pengulangan kisah dibeberapa tempat, ada pula sebuah kisah disebutkan dalam Alquran dikemukakan dalam bentuk yang berbeda, disuatu tempat ada bagian yang didahulukan dan ditempat lain diakhirkan. Kadang-kadang pula disajikan secara ringkas dan kadang secara panjang lebar. Penyajian kisah-kisah dalam Alquran seperti itu mengandung hikmah dan faedah yang sangat tinggi.
4. Bahwa tujuan dari kisah-kisah Alquran adalah supaya umat manusia bisa mengambil pelajaran berharga dari kisah tersebut dan membuktikan kebenaran Alquran.
B. Saran-saran
Setelah menguraikan permasalahan demi permasalahan, maka penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekeliruan yang terdapat dalam penyusuanan makalah ini, baik dari segi penulisan maupun dalam pembahasannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun sehingga dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya dapat lebih sempurna.
baca sebelumnya di: pengertian qashash al-qur'an
baca sebelumnya di: pengertian qashash al-qur'an
DAFTAR PUSTAKA
Al- Ishfahani, Al-Raghib, al-mufradat fi Gharib al-Qur’an, ed. Muhammad Sayyid Kaylani, Mesir: musthafa al-Bab al-Halab,t.t.
Al-Qattan, Manna khalil, Mahabis fi Ulum al-Qur’an, Mansyurat al-Asr al-Haidis, 1973.
Al-Qur’ān al-Karīm
Anwar, Rosihon, Ilmu Tafsir, Cet.III; Bandung: Pustaka Setai, 2006
Baidan, Nashruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Basri, Hasan, Horizon Al-Qur’an, dari judul asli Lea grands themes du Coran oleh Jasques Jomies Cet. I; Jakarta: Balai Kajian Tafsir Al-Qur’an Pase, 2002
Chirjin, Muhammad, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an; Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa, 1998.
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : PT. Tanjung Mas Inti, 1992
Hanafi, Segi-Segi Kesusesteraan pada Kisah-Kisah Al-Qur’an; Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1984.
Husain, Muhammad al-Khidr, Balaghat Al_Qur’an, Ali al-Ridha al-Tunisi, 1971.
Ibrahim, Muhammad Ismail, Mu’jam al-Alfazh wa A’lam al-quraniyyat, Dar al-Fikr-al-a’rabi, 1969
Poewarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Qutb, Sayyid, Seni Penggambaran dalam Al-Qur’an, terjemah Chadidjah Nasution; Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981.
[3] Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang : PT. Tanjung Mas Inti, 1992), hlm. 99
[4] Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir, (www.kampungsunnah.org), hlm. 1126
[5] Muhammad Ismail Ibrahim, Mu’jam al-Alfazh wa Alam al-Qur’anniya (Dar al-Fikr-al’Arabi,1969), hlm.140
[10] Al-Raghib al Isfahani, al Mufradat Fi Gharib al Qur’an, terj. Muhammad Said Kailani, (Mesir: Mustafa al Bab al Halabih), hlm. 404
[12] Hasan Basri, Horizon al Qur’an, dari judul asli Les Grens Themes Du Coran oleh Jacquis Joner ( Cet. I; Jakarta: Balai Kajian Tafsir al-Qur’an Pase, 2002), hlm. 80
[16] Hanafi, Segi-segi Kesusesteraan pada Kisah-kisah al Qur’an (Jakarta: Pustaka al Husna, 1984), hlm. 1516
[19] Lihat, Mardan, Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh (Cet, I, Jakarta : Pustaka Mapan, 2009), hlm. 194-198
[20] Muhammad Chirjin, al Qur’an dan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 1989), hlm. 11.
[22] Nasruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm.230
[23] Sayyid Qutb, Seni Penggambaran dalam al-Qur’an, Terj. Khadijah Nasution (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981), hlm. 138.
0 Response to "MACAM, KARAKTERISTIK, DAN TUJUAN QASHASH AL-QUR'AN (makalah lengkap)"
Post a Comment