KEPRIBADIAN GURU
Bag. 2
makalah ini membahas tentang guru & kepribadian guru, faktor yang mempengaruhi kepribadian, faktor biologis, faktor sosial, faktor kebudayaan, kepribadian yang harus dimiliki guru, urgensi kepribadian guru,
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Kepribadian
berkembang dan mengalami perubahan, tetapi dalam perkembangannya membentuk
pola-pola yang khas yang merupakan ciri unik bagi setiap individu. Menurut Ngalim
Purwanto terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian antara lain:[1]
1. Faktor Biologis
Faktor
biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau
seringkali disebut faktor fisiologis seperti keadaan genetik, pencernaan,
pernafasaan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar, saraf, tinggi badan, berat
badan, dan sebagainya. Keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan
telah menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat dilihat pada setiap bayi yang baru lahir. Ini
menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang
diperoleh dari keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan seseorang/orang
itu masing-masing. Keadaan fisik tersebut memainkan peranan yang penting pada
kepribadian seseorang.
2. Faktor Sosial[2]
Faktor
sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat, yakni manusia-manusia lain
disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk juga kedalam faktor sosial
adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan-peraturan, bahasa, dan
sebagainya yang berlaku dimasyarakat itu dilahirkan, seseorang telah mulai
bergaul dengan orang-orang disekitarnya. Lingkungan yang pertama adalah
keluarga. Dalam perkembangan seseorang, peranan keluarga sangat penting dan
menentukan bagi pembentukan kepribadian selanjutnya. Keadaan dan suasana
keluarga yang berlainan memberikan pengaruh yang bermacam-macam pula terhadap perkembangan
kepribadian seseorang. Pengaruh lingkungan keluarga terhadap
perkembangan seseorang sejak kecil adalah sangat mendalam dan menentukan
perkembangan pribadi seseorang selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh
itu merupakan pengalaman yang pertama, pengaruh yang diterima seseorang masih
terbatas jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh itu sangat tinggi karena
berlangsung terus menerus, serta umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana
bernada emosional. Kemudian semakin besar seorang seseorang maka pengaruh yang
diterima dari lingkungan sosial makin besar dan meluas. Ini dapat diartikan
bahwa faktor sosial mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan
kepribadian.
3. Faktor Kebudayaan[3]
Perkembangan
dan pembentukan kepribadian pada diri masing-masing orang tidak dapat
dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan.
Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan
pembentukan kepribadian antara lain:
a. Nilai-nilai (Values)
Di dalam
setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh
manusia-manusia yang hidup dalam kebudayaan itu. Untuk dapat diterima sebagai
anggota suatu masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras dengan
kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu.
b. Adat dan
Tradisi.
Adat dan
tradisi yang berlaku disuatu daerah, di samping menentukan nilai-nilai yang
harus ditaati oleh anggota-anggotanya, juga menentukan pula cara-cara bertindak
dan bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian seseorang.
c. Pengetahuan
dan Keterampilan.
Tinggi
rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang atau suatu masyarakat
mencerminkan pula tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat itu. Makin tinggi
kebudayaan suatu masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara
kehidupannya.
d. Bahasa
Di samping
faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan di atas, bahasa merupakan salah
satu faktor yang turut menentukan ciri-ciri khas dari suatu kebudayaan. Betapa
erat hubungan bahasa dengan kepribadian manusia yang memiliki bahasa itu.
Karena bahasa merupakan alat komunikasi dan alat berpikir yang dapat menunukkan
bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak dan bereaksi serta bergaul dengan
orang lain.
e. Milik Kebendaan
(material possessions)
Semakin maju
kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju dan modern pula alat-alat yang
dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal itu semua sangat mempengaruhi
kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan itu.
Pendapat para ahli tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
kepribadian berbeda-beda, sehingga menimbulkan macam-macam teori. Antara lain:[4]
1. Teori Kepribadian
Psikoanalisis
Teori ini dikembangkan
oleh Freud. Freud membangun model kepribadian yang saling berhubungan dan
menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari ketiga konflik
kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Energi dasar ini
menjadi kebutuhan instink individu yang menuntut pemuasan. Tiga sistem tersebut adalah id, ego, superego.
Meskipun memiliki ciri-ciri, perinsip kerja, fungsi dan sifat yang berbeda,
ketiga sistem ini merupakan satu tim yang saling bekerja sama dalam
mempengaruhi perilaku manusia.[5]
Id bekerja menggunakan prinsip kesenangan, mencari pemuasan segera, implus biologis. Ego mematuhi
prinsip realita, menunda pemuasan sampai bisa dicapai dengan cara yang diterima
masyarakat, dan superego (hati nurani; suara hati) memiliki standar
moral pada individu. Jadi, jelas bahwa teori psikoloanalisis Freud, ego ini harus menghadapi konflik
antara id (yang berisi naluri seksual dan agresif yang selalu meminta
disalurkan) dan superego (yang berisi naluri larangan yang menghambat
naluri-naluri itu). Selanjutnya, ego masih harus mempertimbangkan realitas di
duania luar sebelum menampilkan perilaku tertentu.[6]
Dalam perkembangannya
kepribadian melewati tahap psikoseksual (seperti oral, anal, falik) dan harus
memecahkan konflik oedipal, saat seseorang kecil memandang orang tua berjenis kelamin
sama sebagai saingan untuk mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya berjenis
kelamin lain. Namum bagi Erikson meski mengakui id, ego dan superego
berpendapat yang terpenting bukanlah dorongan seks dan bukan pula konflik
antara id dan superego. Bagi Erikson, manusia adalah makhluk rasional yang
pikiran, perasaan, dan periakunya dikendalikan oleh ego. Jadi ego itu aktif
bukan pasif yang dikemukakan Freud dan merupakan unsur utama dari kepribadian
yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor sosial dari pada dorongan seksual.[7]
2. Teori-teori sifat
(Trait Theories)
Teori sifat ini juga
dikenal teori-teori tipe (type theories) yang menekankan aspek kepribadian yang
bersifat relatif stabil atau menetap. Tepatnya, teori-teori ini menyatakan
bahwa manusia memiliki sifat atau sifat-sifat tertentu, yakni pola
kecenderungan untuk bertingkah laku relatif tetap dari situasi ke situasi.[8]
Allport menekankan
bahwa keunikan seseorang hanya satu-satunya yang dimiliki orang tersebut.
Namun, ada satu fokus yang kuat ketika kognitif internal dan proses motivasional seseorang mempengaruhi dan
menyebabkan perilaku. Struktur internal ini terdiri atas berbagai refleks,
dorongan, kebiasaan dan kemampuan, kepercayaan, sikap, nilai, intensi, dan
sifat.[9]
Bagi Allport, sifat
adalah sesuatu yang sesungguhnya eksis, namun tidak terlihat. Itu terletak
dalam bagian tertentu dalam sistem saraf. Meskipun tidak terlihat kita dapat
merasakan kehadirannya dengan mengamati konsestensi dari perilaku seseorang.
Allport membedakan sifat umum (general trait) dan kecenderungan pribadi
(persoal disposition). Dia juga membagi sejumlah perbedaan di antara berbagai
jenis sifat, yaitu:[10]
a. Sifat-sifat kardinal (cardinal traits),
sifat-sifat ini merupakan karakteristik yang meresap dan dominan dalam
kehidupan seseorang.
b. Sifat-sifat sentral
(central trait), sifat-sifat ini merupakan karakteristik yang kurang mengontrol
tetapi tidak kalah penting.
c. Sifat-sifat sekunder
(secunder traits), sifat-sifat ini merupakan karakteristik periferal dalam
individu.
Sheldon mengumpulkan
sifat menjadi tiga:[11]
1) Viscerotonia. Individu yang memiliki nilai viscerotonia yang tinggi,
memiliki sifat-sifat, antara lain suka makan enak, pengejar kenikmatan, tenang,
toleran, lamban, santai, pandai bergaul.
2) Somatonia.
Individu dengan sifat somatonia yang tinggi memiliki sifat-sifat seperti suka
berpetualang dan berani mengambil resiko yang tinggi, membutuhkan aktifitas
fisik yang menantang, agresif, kurang peka dengan perasaan orang lain,
cenderung menguasai dan membuat gaduh.
3) Cerebretonia.
Pribadi yang mempunyai nilai cerebretonia dikatakan bersifat tertutup dan
senang menyendiri, tidak menyukai keramaian dan takut kepada orang lain, serta
memiliki kesadaran diri yang tinggi, bila sedang dirundung masalah, ia memiliki
reaksi yang cepat dan susah tidur.
3. Teori
Kepribadian Behaviorisme
Dalam pandangannya,
penyelidikan tentang kepribadian melibatkan pengamatan yang sistematis dan
sejarah belajar yang khas, serta latar belakang genetis yang unik dari
individu. Menurut Skinner, individu adalah
organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia
bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu
point yang faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama-sama
menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut. Studi
mengenai kepribadian itu ditujukan pada penemuan pola yang khas dari kaitan
antara tigkah laku organisme dan berbagai konsekuensi yang diperkuatnya.[12]
Skinner telah menguraikan
sejumlah teknik yang digunakan untuk mengontrol perilaku. Teknik tersebut
adalah:[13]
a. Pengekangan
fisik (physical restraints)
Misalya beberapa dari kita menutup mulut untuk menghindari diri dari
menertawakan kesalahan orang lain. Ada yang mengunakan bentuk lain dengan
berjalan menjauh.
b. Bantuan fisik
(physical aids)
Msalnya pengendara truk meminum obat perangsang agar tidak mengantuk saat
perjalanan jauh
c. Mengubah kondisi
stimulus (changing the stimulus conditions)
Misalnya kita menggunakan kaca cermin untuk berlatih menguasai tarian yang
sulit
d. Manipulasi
kondisi emosional (manipulating emotical condition)
Misalnya beberapa orang menggunakan teknik meditasi untuk menghilangkan
stress
e. Melakukan
respon-respon lain (performing alternative responses)
Misalnya untuk menahan diri agar tidak menyerang orang yang sangat tidak
kita sukai dengan tindakan yang tidak berhubungan dengan pendapat kita tentang mereka.
f. Menguatkan diri
secara positif (pisitive self-reinforcement)
Misalnya seorang pelajar menghadia diri sendiri karena kerja keras dan
dapat menyelesaikan ujian dengan baik, dengan menonton film bagus.
g. Menghukum diri
sendiri (self punishment)
Misalnya karena gagal ujian dengan baik dia menghukum diri sendiri dengan
cara menyendiri dan kembali belajar dengan giat.
4. Teori Psikologi
Kognitif
Awal dari teori ini
adalah ikut teori Gestalt. Menurut pendapat teori ini bahwa dalam memersepsi
lingkungannya, manusia tidak sekadar mengandalkan diri pada apa yang diterima
dari pengindraannya, tetapi masukan dari pengindraan itu diatur, saling
dihubungkan dan diorganisasikan untuk diberi makna, dan selanjutnya dijadikan
awal dari suatu perilaku. Kurt Koffka membuktikan sipanse dapat mengambil
pisang yang terletak di luar kandangnya dengan menyambungkan dua pipa walaupun
dia belum pernah mendapatkan pengalaman tentang itu.[14]
Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa
organisasi kepribadian manusia tudak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang
satu dengan lain saling terkait dalam lapangan kesadaran. Dalam teori ini, unsur
psikis dan fisik tidak dipisahkan lagi, karena keduanya termasuk dalam kognisi manusia. Bahkan,
degan teori ini dimungkinkan juga faktor-faktor di luar diri dimasukkan
(diwakilkan) dalam lapangan psikologis atau lapangan kesadaran seseorang.[15]
C.
Kepribadian yang Harus Dimiliki Seorang Guru
Wijaya
mengemukakan bahwa "keberhasilan seorang guru dalam PBM harus didukung
oleh kemampuan pribadinya". Kemampuan pribadi guru dalam PBM tersebut
secara rinci sebagai berikut:[16]
a. Kemantapan dan Integritas
Pribadi.
Seorang
guru dituntut untuk dapat bekerja teratur dan konsisten, tetapi kreatif dalam
menghadapi pekerjaannya sebagai guru. Menurut Hamalik kemantapannya dalam
bekerja, hendaknya merupakan karakteristik pribadinya sehingga pola hidup
seperti ini terhayati pula oleh siswa sebagai terdidik. Kemantapan dan
integritas pribadi ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan tumbuh
melalui suatu proses belajar yang sengaja diciptakan. Dengan kemantapan dan
integritas pribadi yang tinggi, maka setiap permasalahan yang dihadapi akan
terpecahkan dan akan berpengaruh terhadap ketenangan PBM.
b. Peka terhadap Perubahan dan Pembaruan
Guru harus
peka baik terhadap apa yang sedang berlangsung di sekolah maupun yang sedang
berlangsung di sekitarnya. Ini dimaksudkan agar apa yang dilakukan di sekolah
tetap konsisten dengan kebutuhan dan tidak ketinggalan zaman. Pembaruan dalam
pengertian kependidikan merupakan suatu upaya lembaga pendidikan untuk
menjembatani masa sekarang dan masa yang akan datang dengan jalan
memperkenalkan program kurikulum atau metodologi pengajaran yang baru.
c. Berpikir Alternatif
Guru harus
mampu berpikir dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi dalam PBM. Mampu
memberikan berbagai alternatif jawaban dan memilih salah satu alternatif untuk
kelancaran PBM.
d. Adil, Jujur, dan Objektif
Adil,
jujur, dan objektif dalam memperlakukan dan juga menilai siswa dalam PBM
merupakan hal yang harus dilaksanakan oleh guru. Adil artinya menempatkan
sesuatu pada tempatnya, sedangkan jujur adalan tulus ikhlas dan menjalankan
fungsinya sebagai guru, sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang berlaku.
Objektif artinya benar-benar menjalankan aturan dan kriteria yang telah
ditetapkan, tidak pilih kasih dan lain sebagainya.
e. Berdisiplin dalam Melaksanakan Tugas
Dalam
pendidikan yang dimaksudkan dengan disiplin adalah keadaan tenang atau
keteraturan sikap atau keteraturan tindakan. Disiplin merupakan salah satu alat
untuk mencapai tujuan pendidikan. Agar disiplin dapat dilaksanakan dalam proses
pendidikan maka perlu melaksanakan tata tertib dengan baik oleh guru maupun
siswa, taat terhadap kebijakan dan kebijaksanaan yang berlaku, serta menguasai
diri dan instropeksi.
f. Tekun
Bekerja
Keuletan
dan ketekunan bekerja tanpa mengenal lelah dan tanpa pamrih merupakan hal yang
harus dimiliki oleh guru. Guru tidak akan berputus asa apabila menghadapi
kegagalan dan akan terus berusaha mengatasinya.
g. Berusaha Memperoleh Hasil Kerja Yang
Sebaik-baiknya
Dalam
mencapai hasil kerja, guru diharapkan akan selalu meningkatkan diri, mencari
cara-cara baru, menjaga semangat kerja, mempertahankan dedikasi dan loyalitas
yang tinggi agar mutu pendidikan selalu meningkat, pengetahuan umum yang
dimilikinya selalu bertambah.
h. Simpatik dan Menarik, Luwes, Bijaksana
dan Sederhana dalam Bertindak
Guru harus
simpatik dan menarik karena dengan sifat ini akan disenangi oleh para siswa.
Keluwesan juga harus dimiliki oleh guru karena dengan sifat ini guru akan mampu
bergaul dan berkomunikasi dengan baik. Kebijaksanaan dan kesederhanaan akan
menjalin keterkaitan batin antara guru dengan siswa. Dengan adanya keterkaitan
tersebut, guru akan mampu mengendalikan PBM yang diselenggarakannya
i. Bersifat Terbuka
Kesiapan
mendiskusikan apapun dengan lingkungan tempat ia bekerja, baik dengan murid,
orang tua, teman sekerja, ataupun dengan masyarakat sekitar sekolah, merupakan
salah satu tuntutan terhadap guru, la diharapkan mampu menampung aspirasi
berbagai pihak, bersedia menjadi pendukung, dan terus berusaha meningkatkan
serta memperbaiki suasana kehidupan sekolah berdasarkan kebutuhan dan tuntutan
berbagai pihak.
j. Kreatif
Guru harus
kreatif, dan untuk memperoleh kreativitas yang tinggi sudah barang tentu guru
harus banyak bertanya, banyak belajar, dan berdedikasi tinggi.
k. Berwibawa
Kewibawaan
harus dimiliki oleh guru, sebab dengan kewibawaan, PBM akan terlaksana dengan
baik, berdisiplin, dan tertib. Dengan demikian, siswa akan taat dan patuh pada
peraturan yang berlaku sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh guru.
Lebih lanjut, Hamalik mengemukakan sejumlah karakteristik guru yang
disenangi oleh para siswa adalah guru-guru yang: demokratis, suka
bekerja sama (kooperatif), baik hati, sabar, adil, konsisten, bersifat terbuka,
suka menolong, ramah tamah, suka humor, memiliki bermacam ragam minat,
menguasai bahan pelajaran, fleksibel, dan menaruh minat yang baik terhadap
siswa.[17]
Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan
kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan
potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif, profesional, dan
menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai berikut: Pertama, orang tua
yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya. Kedua, teman, tempat
mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik. Ketiga, fasilitator
yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat,
kemampuan, dan bakatnya. Keempat, memberikan sumbangan pemikiran kepada
orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan
saran pemecahannya. Kelima, memupuk rasa percaya diri, berani dan
bertanggung jawab. Keenam Membiasakan peserta didik untuk saling
berhubungan (bersilaturahmi) dengan orang lain secara wajar. Ketujuh, mengembangkan
proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain, dan
lingkungannya. Kedelapan, mengembangkan
kreativitas. Kesembilan Menjadi pembantu ketika diperlukan.[18]
D. Urgensi Kepribadian Guru dalam PBM
Muhibbin Syah mengemukakan dua karakteristik
kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya
sebagai berikut: Pertama Fleksibilitas kognitif guru.
Fleksibilitas kognitif (keluwesan ranah cipta) merupakan kemampuan berpikir
yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi
tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berpikir
dan beradaptasi, memiliki resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan ranah
cipta yang premature (terlalu dini) dalam pengamatan dan pengenalan, berpikir
kritis. Dalam PBM, flesibilitas kognitif guru terdiri atas tiga dimensi, yakni:
(a) dimensi karakteristik pribadi guru, (b) dimensi sikap kognitif guru
terhadap siswa, dan (c) dimensi sikap kognitif guru terhadap materi pelajaran
dan metode mengajar; kedua keterbukaan psikologis
pribadi guru. Keterbukaan psikologi guru merupakan dasar kompetensi profesional
(kemampuan dan kewenangan melaksanakan tugas) keguruan yang harus dimiliki oleh
setiap guru, sebab: pertama, keterbukaan psikologis merupakan
prakondisi atau prasyarat penting yang perlu dimiliki guru untuk memahami
pikiran dan perasaan orang lain. Kedua, keterbukaan psikologis
diperlukan untuk menciptakan suasana hubungan antarpribadi guru dan pribadi
siswa yang harmonis, sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya
secara bebas dan tanpa ganjalan. Guru yang terbuka secara psikologis ditandai
dengan kesediaannya yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan
faktor-faktor ekstern antara lain siswa, teman sejawat, dan lingkungan
pendidikan tempatnya bekerja, mau menerima kritik secara ikhlas, memiliki
empati (emphaty), yakni respons afektif terhadap pengalaman emosional dan
perasaan tertentu orang lain.[19]
Guru pula yang memberi dorongan agar peserta didik
berani berbuat benar, dan membiasakan mereka untuk bertanggung jawab terhadap
setiap perbuatannya. Guru juga bertindak sebagai pembantu ketika ada peserta
didik yang buang air kecil, atau muntah di kelas, bahkan ketika ada yang buang
air besar di celana. Guru yang menggendong peserta didik ketika jatuh atau
berkelahi dengan temannya, menjadi perawat, dan lain-lain yang sangat menuntut
kesabaran, kreatifitas dan profesionalisme.[20]
Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh
terhadap seorang guru. Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia akan
menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi
perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya.[21]
Perilaku guru dalam mengajar secara langsung atau tidak langsung mempunyai
pengaruh terhadap motivasi belajar siswa baik yang sifatnya positif maupun
negatif, Artinya, jika kepribadian yang ditampilkan guru dalam mengajar sesuai
dengan harapan siswa, maka siswa akan termotivasi untuk belajar dengan baik.
Kepribadian juga sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya
manusia, maka setiap calon guru dan guru professional sangat diharapkan
memahami bagaimana karakteristik (ciri khas) kepribadian dirinya yang
diperlukan sebagai panutan para siswanya. Secara konstitusional, guru hendaknya
berkepribadian Pancasila dan UUD '45 yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Mahaesa, disamping ia harus memiliki kualifikasi (keahlian yang
diperlukan) sebagai tenaga pengajar (Pasal 28 ayat (2) UUSPN/ 1989).[22]
Kepribadian guru
mempunyai pengaruh langsung dan kumulatif terhadap hidup dan
kebiasaan-kebiasaan belajar para siswa. Yang dimaksud dengan kepribadian di
sini meliputi: pengetahuan, keterampilan, ideal, sikap, dan juga persepsi yang
dimiliki guru tentang orang lain.
Memahami uraian di atas, betapa besar jasa guru dalam
membantu pertumbuhan dan perkembangan para peserta didik. Mereka memiliki peran
dan fungsiyang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan
dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta mensejahterakan masyarakat,
kemajuan negara, dan bangsa.
BAB III
KESIMPULAN
·
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pokok-pokok
pengertian kepribadian sebagai berikut: 1. Kepribadian merupakan kesatuan yang kompleks,
yang terdiri dari aspek psikis, serta aspek fisik. Kesatuan dari kedua aspek
tersebut berinteraksi dengan lingkungannya yang mengalami perubahan secara
terus-menerus, dan terwujudlah pola tingkah laku yang khas atau unik.
Kepribadian bersifat dinamis, mengalami perubahan, tetapi dalam perubahan
tersebut terdapat pola-pola yang bersifat tetap. Perubahan
tersebut dipengaruhi oleh berbagaai aspek, antara lain: Biologis, Sosial dan Budaya.
Kepribadian terwujud berkenaan dengan tujuan-tujuan yang
ingin dicapai oleh individu untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap
segala rangsangan baik yang datang dari luar dirinya (eksternal) maupun dari
dalam dirinya sendiri (internal).
·
Sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian
yang dapat dijadikan profil atau idola seluruh kehidupannya. Itulah
kesan terhadap guru sebagai sosok yang ideal. Keburukan
perilaku anak didik cenderung diarahkan pada kegagalan guru pembimbing dan
pembina anak didik karena faktor kepribadian guru yang sangat sensitif.
·
Kepribadian guru mempunyai kelebihan sendiri bila diterapkan
dalam kelas karena ia akan memberikan kecenderungan dan kesenangan yang berbeda
kepada murid. Suksesnya seorang guru tergantung dari kepribadian, luasnya
ilmu tentang materi pelajaran serta banyaknya pengalaman. Tugas seorang guru
itu sangat berat, tidak mampu dilaksanakan kecuali apabila kuat kepribadiannya,
cinta dengan tugas, ikhlas dalam mengerjakan, memelihara waktu murid, cinta
kebenaran, adil dalam pergaulan. Selain itu bila seseorang telah memilih menjadi
guru maka ia harus terjun total dalam bidang yang telah dipilihya sehingga
perilaku, ucapan dan tindakan selalu disesuaikan dengan profesi yang telah
dipilihnya. Semoga
Guru-guru kita memiliki karakteristik seperti yang terdeskripsikan di atas sehingga mampu mengantarkan para siswa
yang memiliki standarisasi kepribadian yang baik.
Daradjat,
Zakiyah, Kepribadian Guru, Jakarta : Bulan Bintang, 1978.
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik Dalam
Interaksi Edukatif , Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2000
Gordon,
Thomas, Guru Yang Efektif, Jakarta : CV. Rajawali, 1984
Hamalik,
Oemar, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001
---------------------, Psikologi belajar dan
mengajar, Bandung: Sinar baru Algensindo,2000
Hawi,
Akmal, Kompetensi Guru PAI, Palembang, Farah Press, 2010
Http/
fdj. Indrokurniawan. Blogspot.com.2012/25/2/10.30 makalah kepribadian guru.Html
Jurnal
Pendidikan dan kebudayaan, Masihkah Profesi Guru Diminati?, Edisi
november 2009, Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Kuswara,E.
Teori-teori Kepribadian, Bandung:
Eresco,1991
Mulyasa, E. Menjadi guru Profesional, Bandung:
Rosdakarya, 2005
Nasution, Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi
Aksara,2004
Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2004
Robinson,
Philip.. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press, 2002
Rosyid,
Moh. Guru. Kudus: STAIN KUDUS PRESS, 2007
Sobur, Alex, Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2003
Syah, Muhibbin, Psikologi pendidikan, Bandung:
Rosdakarya, 1996
Usman,
Moh, Menjadi Guru Profesinal, Bandung: Remaja Rosdakarya: 1995
Wijaya, Cece, dan Rusyan, kemampuan dasar guru dalam dalam proses belajar
mengajar, Bandung:
Rosdakarya:1994
[16] Cece Wijaya, kemampuan dasar guru dalam dalam
proses belajar mengajar, Bandung:
Rosdakarya:1994, h. 13-21
0 Response to "KEPRIBADIAN GURU Bag. 2 (makalah lengkap)"
Post a Comment