kisah unik: SANTRI MAKAN SANDAL
kisah ini menceritakan keunikan santri pondok salaf yg suka usil ngerjai temannya, berikut ceritanya:
“Nyoh…, ikilho ndang dimasak” Perintah Muhsin kepada Masyhur dan Abdul Hayyi, sambil menyodorkan sekerat daging qurban yang ia dapat dari masyarakat kampong sekitar pondok. Muhsin, Masyhur dan Abdul Hayyi’ adalah tiga sekawan yang sama-sama nyantri di Langitan.
“Emoh.. apane sing dimasak, daging sitik mek sak meneh kok dikon masak.” Kata Masyhur.
“Yo westa ayo dimasak wes, segoe wae sing diakehi” kata Dul Hayyi.
Akhirnya mereka pun sepakat memasak sekerat daging tersebut dengan porsi nasi yang lebih banyak untuk dibagi kepada teman-temanya. Mayoran…., istilahnya.
Ditengah memasak, entah ‘setan’ mana yang membisiki mereka, mereka iseng untuk mengerjai teman-temanya dengan menambah daging yang mereka dapatkan dengan ‘daging’ sintetis dari irisan SANDAL. Iya, sandal yang dibuat alas kaki bermerk Ando. Setelah dicuci bersih, sandal tersebut kemudian di iris-iris menyerupai potongan daging. Ada yang diiris kotak-kotak menyerupai empal dan ada yang tipis menyerupai irisan babat.
Untuk mengelabuhi peserta mayoran yang lain selain para pemasak, dan juga untuk memudahkan ‘mereka’ memilih daging asli dan ‘daging’ sintetis, maka irisan sandalnya dibuat lebih besar dari irisan daging yang asli. Menu masaknya pun dipilih masakan yang menggunakan banyak kecap, yaitu Oseng-oseng untuk menyamarkan warna kontur daging asli dan ‘daging’ sandal.
Setelah selesai memasak, mereka berteriak memanggil santri tonggo-tonggo kamar dan siapapun yang mau ikut mayoran dengan ‘menu’ sepesial ini. Ibarat mendapat durian runtuh karena mereka jarang makan daging, mereka pun dengan gegap gempita menyambut undangan ini.
“Ayo kumpul pitu-pitu, ojo royo’an lho” kata Muhsin sambil menyodorkan talam berisi ‘menu’ campuran tersebut.
Sambil makan, Muhsin terus menerus memberi warning kepada teman-teman yangmasak ; “Lek Mangan ati-ati lho……” tentu warning ini hanya bisa dipahami oleh tiga sekawan tersebut. Karena merekalah yang tahu dan bisa membedakan mana daging yang asli dan daging imitasi.
Tentu peserta yang tidak tahu, saling berebut irisan ‘daging’ yang lebih besar daripada yang kecil. Setelah semuanya selesai, barulah mereka membuka rahasia ‘menu’ yang mereka makan bersama ;
“Hahahaha… kang, kang.... Sing mbok emplok ikumau udu daging, tapi sandal. Kok doyan men kang…….” Kata muhsin sambil delonyor-delonyor pergi meninggal mereka penuh dengan tawa kemenangan
Wallahu ‘A’lam.
Catatan : Karena ‘dosanya’, maka ketiga orang tersebut sudah mendapat ‘balasan’ dari Tuhan, ada yang jadi PNS, ada yang jadi Kiyai dan ada yang jadi petani sukses.
hehehe..
kisah ini menceritakan keunikan santri pondok salaf yg suka usil ngerjai temannya, berikut ceritanya:
“Nyoh…, ikilho ndang dimasak” Perintah Muhsin kepada Masyhur dan Abdul Hayyi, sambil menyodorkan sekerat daging qurban yang ia dapat dari masyarakat kampong sekitar pondok. Muhsin, Masyhur dan Abdul Hayyi’ adalah tiga sekawan yang sama-sama nyantri di Langitan.
“Emoh.. apane sing dimasak, daging sitik mek sak meneh kok dikon masak.” Kata Masyhur.
“Yo westa ayo dimasak wes, segoe wae sing diakehi” kata Dul Hayyi.
Akhirnya mereka pun sepakat memasak sekerat daging tersebut dengan porsi nasi yang lebih banyak untuk dibagi kepada teman-temanya. Mayoran…., istilahnya.
Ditengah memasak, entah ‘setan’ mana yang membisiki mereka, mereka iseng untuk mengerjai teman-temanya dengan menambah daging yang mereka dapatkan dengan ‘daging’ sintetis dari irisan SANDAL. Iya, sandal yang dibuat alas kaki bermerk Ando. Setelah dicuci bersih, sandal tersebut kemudian di iris-iris menyerupai potongan daging. Ada yang diiris kotak-kotak menyerupai empal dan ada yang tipis menyerupai irisan babat.
Untuk mengelabuhi peserta mayoran yang lain selain para pemasak, dan juga untuk memudahkan ‘mereka’ memilih daging asli dan ‘daging’ sintetis, maka irisan sandalnya dibuat lebih besar dari irisan daging yang asli. Menu masaknya pun dipilih masakan yang menggunakan banyak kecap, yaitu Oseng-oseng untuk menyamarkan warna kontur daging asli dan ‘daging’ sandal.
Setelah selesai memasak, mereka berteriak memanggil santri tonggo-tonggo kamar dan siapapun yang mau ikut mayoran dengan ‘menu’ sepesial ini. Ibarat mendapat durian runtuh karena mereka jarang makan daging, mereka pun dengan gegap gempita menyambut undangan ini.
“Ayo kumpul pitu-pitu, ojo royo’an lho” kata Muhsin sambil menyodorkan talam berisi ‘menu’ campuran tersebut.
Sambil makan, Muhsin terus menerus memberi warning kepada teman-teman yangmasak ; “Lek Mangan ati-ati lho……” tentu warning ini hanya bisa dipahami oleh tiga sekawan tersebut. Karena merekalah yang tahu dan bisa membedakan mana daging yang asli dan daging imitasi.
Tentu peserta yang tidak tahu, saling berebut irisan ‘daging’ yang lebih besar daripada yang kecil. Setelah semuanya selesai, barulah mereka membuka rahasia ‘menu’ yang mereka makan bersama ;
“Hahahaha… kang, kang.... Sing mbok emplok ikumau udu daging, tapi sandal. Kok doyan men kang…….” Kata muhsin sambil delonyor-delonyor pergi meninggal mereka penuh dengan tawa kemenangan
Wallahu ‘A’lam.
Catatan : Karena ‘dosanya’, maka ketiga orang tersebut sudah mendapat ‘balasan’ dari Tuhan, ada yang jadi PNS, ada yang jadi Kiyai dan ada yang jadi petani sukses.
hehehe..
0 Response to "kisah unik: SANTRI MAKAN SANDAL"
Post a Comment