MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Bag. 1
(Pengertian Pembelajaraan kooperatif, Unsur Pembelajaran Kooperatif, Dasar Teori Pembelajaran
Kooperatif, Konsep dan Prinsip Pembelajaran Kooperatif, Tujuan Pembelajaran
Kooperatif)
A. Pengertian dan Unsur-Unsur
Pembelajaran kooperatif adalah salah
satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan Paham konstruktivis. Model
pembelajaran ini merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai
anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan
tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan
saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran ini,
belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran.Pembelajaran kooperatif adalah sebuah strategi pengajaran yang
melibatkan partispasi siswa dalam kelompok belajar dan menekankan pada interaksi positif di antara
mereka. Strategi
ini dilakukan dengan membentuk sebuah kelompok kecil yang terdiri dari
beberapa orang dengan perbedaan kemampuan (different
levels of ability). Anggota kelompok tersebut bekerja sama dalam aktifitas
pembelajaran untuk memperbaiki pemahaman mereka terhadap materi pelajaran
tertentu. Partisipasi setiap anak dalam
kelompok koperatif merupakan hal yang
paling penting dan harus menjadi pertimbangan utama. Dalam pelaksanaannya, para siswa dihargai
atas usahanya baik secara individual maupun kelompok.
Terdapat
perbedaan yang cukup signifikan antara kerja kelompok dengan pengelompokan
siswa untuk bekerja secara kooperatif.
Menempatkan siswa ke dalam sebuah kelompok tidaklah secara otomatis
menjadi pembelajaran kooperatif. Oleh
karena itu, pembelajaran kooperatif harus disusun dan diatur dengan baik oleh
guru secara propfesional. Elemen-elemen
kunci dari pembelajaran kooperatif
adalah; a) Clearly perceived positive interdependence, b) Considerable
motivational (face-to-face) interaction, c) Clearly perceived individual
accountability and personal responsibility to achieve the group’s goals, d) Frequent use of the relevant interpersonal
and small-group skills, e) Frequent and
regular analysis of the functioning of the group, to improve its future effectiveness. Agashe, Lalita (t.th : 2-3).
Pendapat
yang sama dikemukakan oleh Walter dkk bahwa pembelajaran kooperatif menunjuk pada sebuah metode pembelajaran yang
di dalamnya terdapat sekelompok siswa dengan berbagai tingkat kemampuannya
bekerjasama dalam sebuah kelompok kecil untuk mencapai tujuan kelompok. (Edited excerpt from Slavin, R. (1992). Cooperative
Learning.In Gall, Joyce, P., Gall, M. D., Borg, Walter R. (1999 : 1)
Nattive Amalya dkk mendefinisikan
pembelajaran kooperatif sebagai sebuah
metode pengajaran dimana para siswa bekerjasama dalam kelompok kecil untuk
melakukan penelitian dengan tujuan umum. Bentuk kerja sama ini telah terjadi
sejak awal tahun 1970 ketika para penelitian dan guru-guru kelas menemukan
bahwa kerja kelompok lebih efektif jika berbagai komponen yang diperlukan oleh
sebuh kelompok terpenuhi. Komponen yang dimaksud adalah; a) tanggungjawab
individual (individual accountability),
b) tujuan kelompok (group goal), c)
dukungan tugas (task support), dan d)
sosial atau pengembangan keterampilan tugas (social/task skill development). Oleh karena itu, kerja kelompok
yang di dalamnya terdapat berbagai komponen dianggap sebagai pembelajaran
kooperatif. Sebuah tim atau kelompok pada biasanya terdiri dari 4 sampai dengan
6 anggota kelompok dan pada umumnya bersifat heterogen dalam hal tingkat
kemampuan, jenis kelamin, suku. Setiap anggota dalam tim memiliki tugas yang
berbeda agar kerja kelompok dapat berjalan untuk mencapai tujuan yang akan
dicapai. Nattiv,
Amalya (1991 : 216).
Hasan
Solihatin dan Raharjo (2007 : 4) mengemukakan bahwa “kooperatif mengandung
pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama”. Sehubungan dengan
pengertian tersebut, Slavin (1995) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4
sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen untuk
mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan
pengertian di atas, maka pembelajaran kooperatif menurut Wina Sanjaya minimal
memiliki empat unsur penting yaitu 1) adanya peserta dalam kelompok. 2) adanya aturan dalam kelompok. 3) adanya
upaya setiap anggota kelompok . 4) adanya
tujuan yang harus dicapai. Wina Sanjaya (2006 : 241)
B. Teori Belajar yang Mendasari Pembelajaan Kooperatif
Model
pembelajaran kooperatif pada dasarnya tidak berevolusi dari sebuah teori
induvidul atau pendekatan tunggal dalam
belajar. Sesungguhnya, ia berakar
pada masa Yunani awal, dan dalam perkembangannya dapat diketahui dari hasil karya para psikolog pendidikan dan
para teoritisi pedagogis maupun teori pemrosesan informasi tentang belajar
serta teoritisi kognitif dan perkembangan Piaget dab Vygosky. Sesungguhnya konsep kelas yang demokratis
telah dikembangkan oleh John Dewey dalam bukunya yang berjudul “Democracy and Education” pada tahun
1969. Menurutnya, seharusnya kelas
mencerminkan masyarakat yang lebih luas
dan menjadi laboratoriun dari kehidupan yang nyata. Paedagogy John Dewey
menghendaki agar guru menciptakan lingkungan belajar yang ditandai oleh
prosedur yang demokratis dan proses
ilmiah. Arends (2004 : 7).
Dilihat
dari landasan psikologi belajar, pembelajaran kooperatif dipengaruhi oleh
psikologi belajar kognitif holistik yang menekankan bahwa belajar adalah proses berpikir. Selain
itu, psikologi humanistik juga mendasari model pembelajaran ini yang
beranggapan bahwa perkembangan kognitif harus diimbangi dengan perkembangan
pribadi. Teori lain yang mendasari model ini adalah teori Gestalt dan teori Medan. Gestalt beranggapan bahwa
keseluruhan lebih memberi makna daripada bagian yang terpisah. Sementara teori
Medan beranggapan bahwa setiap tingkah laku
bersumber dari ketegangan (tensión).
Ketegangan itu muncul karena ada
kebutuhan (need). Jika kebutuhan
tidak terpenuhi maka selamanya induvidu berada dalam situasi tegang. Akhir dari
ini adalah setiap induvidu membutuhkan interaksi dengan induvidu lain yang akan
membentuk anggota kelompok. Wina Sanjaya (2006 : 241)
C. Konsep Dasar dan
Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Beberapa konsep
mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh guru dalam pembelajaran
kooperatif menurut Stahl (1994),
meliputi sebagai berikut : a) Perumusan tujuan belajar siswa harus jelas. b) Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan
belajar. c) Ketergantungan yang bersifat positif. d) Interaksi yang bersifat terbuka. e)
Tanggung jawab individu. f) Kelompok bersifat heterogen. g) Interaksi sikap dan
perilaku sosial yang positif. h) Tindak
lanjut (follow up) dengan melakukan
analisis bagaimana penampilan dan hasil kerja siswa dalam kelompok belajarnya,
termasuk juga: (1) bagaimana hasil kerja yang dihasilkan, (2) bagaimana mereka
membantu anggota kelompoknya dalam mengerti dan memahami materi dan masalah
yang dibahas, (3) bagaimana sikap dan perilaku mereka dalam interaksi kelompok
belajar bagi keberhasilan kelompoknya, dan (4) apa yang mereka butuhkan untuk
meningkatkan keberhasilan kelompok belajarnya di kemudian hari. i) Kepuasan
dalam belajar. Setiap siswa dan kelompok harus
memperoleh waktu yang cukup untuk belajar dalam mengembangkan pengetahuan,
kemampuan, dan keterampilannya. Apabila siswa tidak memperoleh waktu yang cukup
dalam belajar, maka keuntungan akademis dari penggunaan pembelajaran kooperatif
akan sangat terbatas (Stahl, 1992). Perolehan belajar siswa pun sangat terbatas
sehingga guru hendaknya mampu merancang dan mengalokasikan waktu yang memadai
dalam menggunakan model ini dalam pembelajarannya.
Model pembelajaran
kooperatif, berpijak pada kaidah kolektivitas untuk memperoleh saling pemahaman
(mutual understanding). Menurut
Slavin (1995: 5), ada tiga konsep utama dari pembelajaran kooperatif, yaitu
penghargaan kelompok (team award),
pertanggungjawaban individu (individual
accountability) dan kesempatan yang sama untuk berhasil (equal opportunities for sucess). Model
belajar kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam
mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di
masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesama
anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan
belajar. Di samping itu, model belajar pembelajaran kooperatif mendorong
peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui
selama pembelajaran, karena siswa dapat bekerja sama dengan siswa lain dalam
menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah materi pelajaran
yang dihadapi.
Dalam belajar
kooperatif tidak terlihat dominasi siswa yang pandai terhadap siswa di bawah
rata-rata, menurut Slavin (1995: 5)
pertanggungjawaban difokuskan pada anggota tim untuk menolong siswa lainnya
dalam belajar. Menurut Johnsons et al (Felder, 2003) menyatakan bahwa tidak
semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif
merupakan pembelajaran yang melibatkan para siswa bekerja secara kelompok untuk
mencapai suatu tujuan dimana di dalamnya terdapat: (1) positive interdepedence
(saling ketergantungan positif); (2) individual accountability (tanggung jawab
perorangan); (3) face to face promotive interuction (tatap muka); (4)
appropriate use of collaborative skills (komunikasi antar anggota); dan (5)
group processing (evaluasi proses kelompok). Kelima prinsip tersebut dapat
diilustrasikan sebagai berikut:
D. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Setiap model pembelajaran ditandai dengan struktur tugas, struktur tujuan
dan struktut reward. Struktur tugas menunjukan cara pelajaran diorganisasikan dan
jenis pekerjaan yang diperintahkan kepada siswa. Struktur tugas pembelajaran
kooperatif adalah menuntut kerja sama dan interdependensi di antara siswa untuk
menyelesaikan tugas secara bertanggungjawab. Sementara struktur tujuan
menunjukkan pada tujuan yang bersifat induvidualistik, tujuan yang
bersifat kompetetif dan struktur tujuan kooperatif. Pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada
struktur tujan kooperatif yang melahirkan interdepensi sosial dan kegiatan bersama membuat usaha siswa di anggap sebagai faktor
primer kesuksesan belajar. Selanjutnya
struktur reward juga terbagi ke dalam tiga jenis yaitu struktur reward induvidualis yang
diperoleh siswa apabila berhasil melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain,
struktur reward kompetetif diakui usaha induvidul apabila dibandingkan dengan
usaha orang lain dan struktur reward kooperatif
diperoleh apabila usaha induvidul dalam membantu orang lain mendapat
sruktut rewardnya. Arends (2008 : 165)
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka diketahui bahwa tujuan pembelajaran kooperatif berbeda
dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana
keberhasilan individu
diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran
kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan
atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga
tujuan pembelajaran (Ibrahim et al. 2000), yaitu:
1)
Hasil Belajar Akademik. Pembelajaran kooperatif di samping memiliki berbagai
tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis
penting lainnya. Beberapa ahli mengemukakan bahwa model ini unggul dalam
membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang cukup sulit. Model struktur
penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar
akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Selain
mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif
dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas
yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik yang diberikan guru.
2)
Penerimaan terhadap Perbedaan
Individu. Tujuan lain dari
model pembelajaran kooperatif ini adalah penerimaan secara luas dari
individu-individu yang berbeda berdasarkan kemampuan akademik, ras, budaya,
kelas dan tingkat sosial. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa
dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja sama dengan saling
bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan
kooperatif akan belajar saling menghargai satu individu yang satu dengan yang
lain.
3)
Pengembangan Keterampilan
Sosial. Tujuan penting
lainnya dari pembelajara€n kooperatif adalah, mengajarkan siswa keterampilan
bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan sosial ini penting dimiliki oleh
siswa karena saat ini banyak siswa yang kurang keterampilan sosialnya.
Keterampilan sosial dikembangkan antara lain adalah berbagi tugas, aktif
bertanya, menghargai pendapat orang lain, bekerja dalam kelompok, kompromi dan
sebagainya.
Tujuan
pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok pembelajaran tradisional yang
menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada
kegagalan orang lain. Sejak awal terbentuknya pendidikan formal, siswa dipicu
agar menjadi lebih baik dari teman-teman sekelasnya dan sistem kompetisi ini
tampaknya sangat mendominasi dunia pdidikan, sedangkan tujuan dari pembelajaran
kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan
atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Untuk lebih jelasnya perbedaan
kelompok belajar Kooperatif dengan kelompok belajar Konvensional dapat
digambarkan sebagai berikut:
Tabel 1
Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan
Kelompok Belajar
Konvensional
KELOMPOK BELAJAR
KOOPERATIF
|
KELOMPOK BELAJAR
KONVENSIONAL
|
Adanya saling ketergantungan positif,
saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi
promotif.
|
Guru sering membiarkan adanya siswa yang
mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
|
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur
penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan
balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui
siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
|
Akuntabilitas individual sering diabaikan
sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok
sedangkan anggota kelompok lainnya hanya "mendompleng" keberhasilan
"pemborong".
|
Kelompok belajar heterogen, baik dalam
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat
saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan
bantuan.
|
Kelompok belajar biasanya homogen.
|
Pimpinan
kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman
memimpin bagi para anggota kelompoknya.
|
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh
guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara
masing-masing.
|
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam
kerja gotong-royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi,
mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
|
Keterampilan sosial sering tidak secara
langsung diajarkan.
|
Pada
saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan
melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam
kerjasama antar anggota kelompok
|
Pemantauan
melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat
belajar kelompok sedang berlangsung.
|
Guru
memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok
belajar
|
Guru sering tidak memperhatikan proses
kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar
|
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian
tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling
menghargai)
|
Penekanan
sering hanya pada penyelesaian tugas
|
... (Killen, 1996)
Daftar Pustaka:
Dahar, Ratna Wilis, (1996). Teori-teori Belajar,
Jakarta : Erlangga.
Deporter, Bobbi et. Al. (1999 ). Quantum teaching. Boston Allyn and
Bacon.
Hermawan, Asep
Hery, dkk 2008), Teori Mengajar dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, ed.
Muhammad Ali dkk, Bandung : Pedagodiana Press.
Hellmut
R.L dan David N. E ( 2006 ). Models, Strategies, and Methods for effective
Teaching. Bostom: Pearson Education, Inc
Herbert
J. Klausmeier ( 1980 ). Learning and Teaching Concepts. New York: Academic Press, Inc.
Joyce, Bruce, Marsha Weil, and Beverly Showers
(1992). Models of teaching. Boston: Allyn and Bacon
McNeil,
J.D. (1985). Curriculum: A Comprehensive Introduction. Boston: Little,
Brown and Company.
Lapp, Diane, at all (1975), Teaching and
Learning : Philosophical, Psychological, Cultural Application, Newyork :
Mcmillan Publishing. Co. inc.
Sanjaya,
Wina (2008), Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Alpabeta.
Sukmadinata, Nana Sy (1997), Pengembangan Kurikulum, Teori
dan praktik. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Ashtiani, Ali Asthiani, et ell
(2007), Comparison Cooperative Learning
and Tradisional Learning in Academic Achievement.
Tersedia [on-line]
Arends,
Richard II. (2004). Learning to Teach. New York: Mc Graw Hill.
Dahlan. (1984), Model-Model
Mengajar Beberapa Alternatif Interaksi Belajar Mengajar). Bandung : Diponegoro.
Lie,
Anita. (2005). Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang
Kelas. Jakarta :
Grasindo.
Stahl, Robert J. (t.th), The
Essential Elements of Cooperative Learning in the Classroom.
Syaodih, Erliany (Disertasi ; 2007), Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif
untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial; Studi pada Mata Pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Bandung : Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI)
Sanjaya, Wina. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Slavin,
Robert E. (1990) Cooperative Learning;
Theory, Research and Practice, Second Edition. Boston : Allyn and Bacon.
Slavin,
Robert E. (1990) Cooperative Learning;
Theory, Research and Practice, Second Edition. Boston : Allyn and Bacon.
Diterjemahkan oleh Zubaidi (2009) menjadi Cooperative
Learning; Teori, Riset dan Praktik. Bandung : Nusa Media.
Slavin,
Robert. E. (1997). Educational Psychology
Theory and Practice. Five Edition. Boston: Allyn and Bacon
Slavin, Robert E. et.ell (1995) The Cooperative Elementary School: Effects on Students’Achievement,
Attitudes, and Social Relations.
Slavin, Robert E. et.ell (1988), Accommodating Student Diversity in Reading and Writing Instruction: a Cooperative Learning Approach.
Solihatin,
E. dan Raharjo. (2007). Cooperative
Learning Analisis Model Pembelajaran IPS.
Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Stahl.R.J.
(1994). Cooperative Learning in Social
Studies: Hand Book for Teachers. USA: Kane Publishing Service, Inc.
Subratha,
Nyoman (Tesis : 2007), Pengembangan Model Pembelajaran
Kooperatif dan Strategi
Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Kelas VII C Sekolah Menengah Pertama (SMP) NEGERI 1
Sukasada.
0 Response to "MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF Bag. 1 (makalah lengkap)"
Post a Comment