MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Bag. 2
(Karakteristik
Pembelajaran Kooperatif, Keterampilan Sosial dalam Pembelajaran Kooperatif,
Pendekatan Pembelajaran Kooperatif, Evaluasi Pembelajaran Kooperatif)
A. Karakteristik
Pembelajaran Kooperatif
Beberapa ciri dari
pembelajaran kooperatif adalah; (a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi
hubungan interaksi langsung di antara siswa, (c) setiap anggota kelompok
bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru
membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, (e)
guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan (Carin, 1993).
Tiga konsep sentral yang
menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan oleh
Slavin (1995), yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama
untuk berhasil. a) Penghargaan kelompok. Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh
penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai
skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada
penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar
personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli. b) Pertanggungjawaban individu.
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota
kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota
kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara
individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan
tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya. c) Kesempatan yang sama untuk mencapai
keberhasilan. Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup
nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari
yang terdahulu. Dengan menggunakan metode
skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi
sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi
kelompoknya.
B. Keterampilan Sosial dalam Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya
mempelajari materi saja, tetapi siswa juga harus mempelajari keterampilan
khususnya yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk
melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun
dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas
dapat dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok.
Keterampilan-keterampilan selama kooperatif tersebut antara lain
sebagai berikut (Lungdren, 1994) : a)
Keterampilan Kooperatif Tingkat Awal yang
meliputi; (1) Menggunakan
kesepakatan berupa pendapat yang berguna untuk meningkatkan hubungan kerja
dalam kelompok. (2) Menghargai kontribusi dengan memperhatikan atau mengenal
apa yang dapat dikatakan atau dikerjakan anggota lain. Hal ini berarti harus
selalu setuju dengan anggota lain, dapat saja kritik yang diberikan itu
ditujukan terhadap ide dan tidak individu. (3) Mengambil giliran dan berbagi
tugas. Hal ini berarti bahwa setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan
bersedia mengemban tugas/tanggungjawab tertentu dalam kelompok. (4) Berada
dalam kelompok yaitu setiap anggota tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan
berlangsung. (5) Berada dalam tugas dengan meneruskan tugas yang menjadi
tanggungjawabnya, agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai waktu yang
dibutuhkan. (6) Mendorong partisipasi semua anggota kelompok untuk memberikan
kontribusi terhadap tugas kelompok. (7) Mengundang orang lain yaitu meminta orang
lain untuk berbicara dan berpartisipasi terhadap tugas. (8) Menyelesaikan tugas
dalam waktunya. (9) Menghormati perbedaan individu dengan bersikap menghormati
terhadap budaya, suku, ras atau pengalaman dari semua siswa atau peserta didik.
b) Keterampilan Tingkat Menengah yang meliputi: (1) menunjukkan
penghargaan dan simpati. (2) Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara dapat
diterima. (3) Mendengarkan dengan arif, bertanya, membuat ringkasan,
menafsirkan, mengorganisir, dan mengurangi ketegangan. C) Keterampilan Tingkat Mahir yang meliputi : (1) Mengelaborasi. (2)
Memeriksa dengan cermat. (3) Menanyakan kebenaran. (4) Menetapkan tujuan. Dan
(5) Berkompromi.
C. Berbagai
Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif
Menurut Arends bahwa beberapa tugas dan
keputusan unik yang dibutuhkan seorang guru untuk merencanakan pembelajaran kooperatif. Tugas dan keputusan
yang dimaksud adalah 1) bagaimana memilih
pendekatan, 2) mengembangkan materi, 3) merencanakan untuk memberikan orientasi
berbagai tugas dan peran (membentuk tim-tim siswa), 4) mengembangkan materi dan 5) merencanakan penggunaan waktu dan
ruang. Kelima hal tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut :
Pertama, bagaimana memilih pendekatan. Beberapa ahli membagi pembelajaran
ini menjadi beberapa tipe atau pendekatan. Slavin (1995:76), misalnya membagi pembelajaran
kooperatif menjadi beberapa pendekatan di antaranya yaitu ; (a) Student Teams Achievement Division (STAD) atau Pembelajaran Peningkatan Prestasi Tim
(PPPT), (b) Terms Games Tournamen
(TGT) atau Pembelajaran Permainan
Tim (PPT), (c) Jigsaw atau Permainan Keahlian Tim (PKT),
(d) Team Assisted Individualization
(TAI) atau Pembelajaran Tim
Dibantu Individual (PTDI) dan Cooperative Integrated Reading &
Composition (CIRC) atau Pembelajaran Membaca dan Komposisi Kooperatif
Terintegrasi (PMKKT).
Sedangkan Arends (Helly dan Sri Mulyantini,
(2008: 13-16), membagi pembelajaran kooperatif menjadi empat pendekatan yaitu:
a) Pendekatan Student Teams Achievement
Divisions (STAD), Pendekatan
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas
John Hopkins dan dipandang sebagai pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dari pembelajaran
kooperatif. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar
kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu
menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim
dengan masing-masing kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang, setiap
kelompok haruslah heterogen, terdiri dari
laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku dan etnik, memiliki
kemampuan campuran (tinggi, sedang dan rendah). Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik; saling
membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tanya
jawab atau diskusi. Secara individual atau
tim setiap minggu atau dua minggu siswa dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka
terhadap bahan akademik yang telah dipelajari. Tiap individu dan tim
diberi skor atas penguasannya terhadap
bahan ajar dan kepada individu atau tim yang berprestasi tinggi diberi
penghargaan. Kadang-kadang beberapa atau seluruh tim diberikan pennghargaan apabila mampu mencapai kriteria atau
standar tertentu itu.
b) Pendekatan Jigsaw. Pendekatan Jigsaw ini
pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman dari Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya. Dengan
pendekatan ini siswa dibagi menjadi
beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 5-6 orang dengan karakteristik heterogen. Bahan akademik
disajikan dalam bentuk teks dan tiap
siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan
akademik tersebut. Kelompok siswa seperti ini disebut "kelompok ekspert" (expert
group). Para siswa dari tim yang berbeda berkumpul dengan siswa lain yang memiliki tanggung jawab
yang sama dari kelompok lain,
selanjutnya mereka bekerja sama mempelajari/mengerjakan bagian tersebut. Kemudian masing-masing siswa kembali ke
kelompoknya sendiri (home teams) dan membagikan apa yang
telah dipelajari dalam kelompok pakar kepada anggota dalam kelompoknya. Setelah
diadakan pertemuan dan diskusi dalam
kelompoknya, para siswa dievaluasi secara individu atas bahan yang telah
dipelajari. Dalam pendekatan Jigsaw versi Slavin, perskoran dilakukan sama
seperti dalam pendekatan STAD. Individu atau tim yang memperoleh skor tinggi
diberi penghargaan oleh guru.
c) Pendekatan GI (Group Investigation).
Dasar-dasar Pendekatan GI dirancang oleh Herbert Thelen dan selanjutnya diperbaiki oleh Sharan dan kawan-kawannya dari
Universitas Tel Aviv. Pendekatan GI sering
dipandang sebagai pendekatan pembelajaran
kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Berbeda dengan STAD dan Jigsaw, dalam pendekatan GI siswa
dilibatkan dalam perencanaan baik dalam menentukan topik maupun cara
mempelajarinya melalui investigasi.
Pendekatan ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan komunikasi maupun
dalam keterampilan proses kelompok (group process skills). Dalam penerapan
investigasi kelompok ini guru membagi
kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Dalam
beberapa kasus, kelompok dapat
dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau
minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk yang ingin dipelajari,
mengikuti investigasi mendalam terhadap
berbagai sub topik yang telah dipilih kemudian menyiapkan dan menyajikan laporannya kepada keseluruhan kelas.
d) Pendekatan Struktural. Pendekatan ini dikembangkan oleh
Spencer Kagan dan kawan-kawan. Meskipun
memiliki banyak kesamaan dengan pendekatan lainnya, tetapi pendekatan ini memberi penekanan
pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. Berbagai struktur tersebut
dikembangkan oleh Kagan dengan maksud agar menjadi alternatif dari berbagai struktur kelas
tradisional, seperti metode resitasi, yang ditandai dengan pengajuan pertanyaan
oleh guru kepada seluruh siswa dalam
kelas dan siswa memberi jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk oleh guru. Struktur yang
dikembangkan Kagan menghendaki agar siswa bekerja saling bergantung dalam
kelompok kecil secara kooperatif. Ada
struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula struktur yang
dirancang untuk mengajarkan keterampilan
social.
Think-Pair-Share
dan Numbered-Head-Together adalah struktur yang dapat
digunakan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik, sedangkan Active Listening dan Time Tokens, adalah struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan keterampilan sosial.
Menurut Lie (2005: 55-73) mengemukakan beberapa metode pembelajaran lain yang termasuk pembelajaran kooperatif untuk mengembangkan nilai-nilai sosial, di antaranya:
a) Mencari
Pasangan (Make to match), dikembangkan
oleh Lorna Curran tahun 1994. Metode pembelajaran dimulai dengan siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik
dalam suasana bermain yang menyenangkan.
Pencarian pasangan menggunakan beberapa kartu berisi konsep atau topik untuk dibagikan kepada setiap siswa. Setiap siswa mencari pasangan dengan mencocokan materi atau kata yang
ada pada kartu sehingga membentuk satu gabungan konsep.
b) Bertukar
Pasangan.
Siswa diberi kesempatan untuk bekerjasama dengan orang lain. Caranya setiap
siswa memiliki pasangan, guru
memberikan tugas
untuk dikerjakan dengan pasangannya. Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan pasangan
lain untuk
bertukar pasangan. Masing-masing
pasangan baru tersebut kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka. Temuan baru yang
diperolehnya kemudian diberikan
kepada pasangan
semula.
c). Berpikir-Berpasangan-Berempat. Teknik
ini dikembangkan dari teknik Think-Pair-Share dari Frank Lyman dan Think-Pair-Square dari Spencer Kagan. Metode ini merupakan kegiatan pembelajaran gotong-royong yang
memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan
orang lain dengan megoptimalisasikan
partisipasi mereka. Pada tahap awal guru membagi siswa dalam kelompok
berempat dan memberikan tugas kepada masing-masing kelompok. Tugas tersebut dikerjakan secara individual
untuk kemudian didiskusikan dengan
pasangannya sehingga menjadi dua pasang. Kedua pasangan tersebut selanjutnya berkumpul kembali (berempat) dan setiap siswa harus membagikan hasil kerjanya kepada anggota kelompok yang berempat.
d). Berkirim
Salam dan Soal.
Metode ini memberi kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan pengetahuan dan
melatih keterampilan mereka. Dalam pelaksanaan pembelajaran para siswa membuat pertanyaan dan jawaban sendiri sehingga mereka lebih bersemangat untuk
belajar dan menjawab pertanyaan yang dibuat teman sekelasnya. Kegiatan
pembelajaran dimulai dengan
membagi kelas atas kelompok,
tiap kelompok empat siswa, setiap kelompok diberi tugas membuat (menulis) beberapa pertanyaan yang akan dikirimkan kepada kelompok lain disertai ucapan salam. Tiap kelompok yang dikirim soal wajib
mengerjakan soal kiriman dan bila
selesai dikerjakan maka jawaban masing-masing kelompok dikirimkan kembali
kepada kelompok pengirim disertai ucapan salam. Kelompok yang membuat soal
mencocokan jawabannya dengan jawaban yang telah mereka buat.
e). Kepala
Bernomor. Metode
pembelajaran yang dikembangkan oleh Spencer Kagan tahun 1992 ini memberi kesempatan
kepada siswa untuk saling bertukar ide dan mempertimbangkan
jawaban yang paling tepat. Metode ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Pelaksanaan pembelajarannya dilakukan dengan cara memberi nomor kepada setiap siswa. Nomor itu
menjadi identitas siswa, berdasarkan nomor tersebut setiap siswa diberi soal untuk dijawab. Jawaban didiskusikan untuk menemukan jawaban yang paling tepat pada
kelompok masing-masing.
f). Dua Tinggal Dua Tamu (Two
Stay Two Stray). Dikembangkan oleh Spencer Kagan. Metode ini memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil kerja kelompok dan informasi dengan
kelompok lain. Siswa bekerjasama dalam kelompok berempat. Setelah selesai dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu kepada dua kelompok
lainnya. Dua orang siswa yang tinggal
di kelompoknya bertugas membagikan hasil kerja dan informasinya kepada tamu
yang datang.Tamu yang datang kemudian membawa
hasil temuan mereka dari kelompok lain untuk kemudian mencocokan dan membahas hasil kerja mereka.
g). Keliling Kelompok. Teknik ini memberi kesempatan kepada masing-masing anggota kelompok untuk memberikan kontribusi dan
mendengarkan pandangan serta
pemikiran anggota lain. Cara dimulai dengan memberi kesempatan pada salah
seorang anggota masing-masing kelompok untuk
memberikan pandangan dan
pemikirannya tentang tugas yang sedang dikerjakan. Secara bergiliran mengikuti arah jarum jam atau dari kiri ke kanan anggota yang lain mengemukakan pandangan
dan pendapatnya.
h). Kancing Gemerincing. Dikembangkan oleh Spencer Kagan ( 1992). Setiap anggota kelompok mempunyai kesempatan untuk
memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan serta pemikiran anggota
lain. Metode ini mengatasi ketidakmerataan
kesempatan yang seringkali terjadi dalam kerja kelompok karena setiap siswa
mendapat kesempatan untuk berperan serta. Setiap siswa dalam kelompok masing-masing mendapat dua atau tiga buah
kancing yang difungsikan sebagai
tanda berkurangnya kesempatan berpendapat dengan meletakkan setiap kancing yang dimiliki setelah mengeluarkan
pendapat.
i). Lingkaran
kecil lingkaran besar.
Metode ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) yang
dirancang untuk memberi kesempatan kepada siswa agar saling berbagi informasi pada saat bersamaan. Metode ini
memiliki keunggulan karena memiliki struktur yang jelas dan memungkinkan
siswa untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda secara singkat dan teratur.
Siswa juga bekerja secara gotong-royong
dan memiliki banyak kesempatan untuk
nmengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
j). Jigsaw. Dikembangkan oleh Aronson yang
mengarahkan pembelajaran dengan menggabungkan kegiatan membaca, menulis,
mendengarkan dan berbicara. Caranya dengan membagi bahan pelajaran menjadi empat bagian. Sebelum pelajaran diberikan, guru memberikan
pengenalan topik yang akan dibahas dan siswa ditanyai penguasaannya tentang topik tersebut. Kegiatan tersebut dilakukan untuk mengaktifkan skemata siswa supaya siap menghadapi bahan
pelajaran baru. Dalam kelompok, materi
dibagikan pada masing-masing siswa untuk
dibahas. Selanjutnya siswa disuruh membaca bagian masing-masing dan
setelah selesai, siswa saling berbagi
mengenai bagian yang dikerjakan masing-masnig. Dalam kegiatan tersebut siswa saling melengkapi dan berinteraksi.
Sukmadinata
(2004: 204) mengemukakan lima model utama pembelajaran kooperatif. Tiga model yang bersifat umum yang dapat
digunakan dalam berbagai bidang studi, yaitu model Pembelajaran Peningkatan
Prestasi Tim (STAD), Pembelajaran
Permainan Tim (TGT),dan Pembelajaran
Keahlian Tim (JIGSAW). Sedangkan dua
model lainnya lebih bersifat khusus, yaitu Pembelajaran Percepatan Tim
digunakan dalam Matematika, dan Pembelajaran Membaca dan Komposisi Terpadu
digunakan dalam Bahasa. Tabel berikut ini memperlihatkan perbedaan pendekatan
pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran tradisional
Tabel
2
Perbandingan
Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif
|
STAD
|
JIGSAW
|
INVESTIGASI
KELOMPOK
|
PENDEKATAN
STRUKTURAL
|
Tujuan Kognitif
|
Informasi akademik sederhana
|
Informasi akademik sederhana
|
Informasi akademik tingkat tinggi
|
Informasi akademik sederhana
|
Tujuan Sosial
|
Kerja kelompok dan kerja sama
|
Kerja kelompok dan kerja sama
|
Kerja sama dalam kelompok
kompleks
|
Keterampilan kelompok dan
keterampilan sosial
|
Struktur Tim
|
Kelompok
belajar heterogen dengan 4-5 orang anggota
|
Kelompok belajar heterogen dengan
5-6 orang anggota menggunakan pola kelompok 'asal' dan kelompok 'ahli'
|
Kelompok belajar heterogen dengan
5-6 orang anggota kelompok
|
Bervariasi, berdua, bertiga,
kelompok dengan 4-5 orang anggota
|
Pemilihan Topik
|
Biasanya guru
|
Biasanya guru
|
Biasanya siswa
|
Biasanya guru
|
Tugas Utama
|
Siswa dapat menggunakan lembar kegiatan dan saling
membantu untuk menuntaskan materi belajarnya
|
Siswa mempelajari materi dalam kelompok ‘ahli’
kemudian membantu anggota kelompok ‘asal’ mempelajari materi itu
|
Siswa menyelesaikan inkuiri kompleks
|
Siswa mengerjakan tugas-tugas
yang diberikan secara sosial dan kognitif
|
Penilaian
|
Tes mingguan
|
Bervariasi dapat berupa tes
mingguan
|
Menyelesaikan proyek dan menulis
laporan, dapat menggunakan tes essay
|
Bervariasi
|
Pengakuan
|
Lembar pengakuan dan publikasi
lain
|
Publikasi lain
|
Lembar pengakuan dan publikasi lai
|
Bervariasi
|
Kedua, mengembangkan
materi. STAD. Materi pembelajaran yang
menggunakan pendekatan STAD kiranya harus dapat diuji melalui kuis, dapat
diadministrasikan dan diskor dengan cepat dan bila berbentuk teks, maka teks
itu harus memberikan informasi yang
cukup. Sementara untuk materi Jigsaw, materinya
memungkinkan dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan bila berbentuk teks, maka
teks itu harus memberikan informasi yang
cukup bagi siswa. Selanjutnya untuk materi GI
kiranya sumber-sumber yang relevan dengan materi pembelajaran
tersedia dan dapat dijangkau. Apabila
berbentuk teks, maka teks itu juga harus
memberikan informasi yang cukup bagi siswa. Dan terakhir materi
pendekatan structural adalah sama dengan pendekatan yang lain yaitu harus
memberikan informasi yang cukup bagi peserta didik selama pembelajaran
berlangsung.
Ketiga, merencanakan
untuk memberikan orientasi berbagai tugas dan peran (membentuk tim-tim siswa). Membentuk tim dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1). Kelompok Siswa
dibentuk dengan melibatkan siswa. Dengan demikian, anggota kelompok
diseleksi berdasarkan kreteria pemilihan
siswa sendiri. 2) Kelompok Siswa
diseleksi oleh guru berdasarkan berbagai pertimbangan yang dapat memperlancar
kerja sama dalam belajar untuk mencapai tujuan. Hal lain yang perlu
diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran kooperatif adalah struktur tugas
harus kompatibel dan kooperatif, bukan kompetetif. Oleh karena itu, perlu
pemahaman yang jelas tentang tugas dan peran siswa sebelum pembelajaran dimulai,
dan perlu pengusaan skenario pembelajaran oleh guru dari awal hingga akhir
pembelajaran.
Keempat, mengembangkan
materi. Pengembangan materi pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan
metode ceramah yang bermakna, perlu penyiapan materi oleh siswa sebelum pembelajaran dimulai serta
penggunaan perpustakakan dan spesialis
media.
Kelima, merencanakan
penggunaan waktu dan ruang. Diperlukan waktu yang agak lama untuk interaksi
kelompok kecil. Oleh karena itu, perlu perencanaan yang matang tentang waktu
dan ruang yang akan digunakan. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian
khusus adalah penggunaan ruang kelas, prabot dan lain-lain serta penataan
tempat duduk yang memungkinkan siswa dapat berpindah dari satu tempat ke tempat
yang lain serta memungkinkan siswa saling menatap dalam proses pembelajaran.
Arends (2008 : 16-20)
Menurut Arends, ( Helly dan Sri
Mulyantini, 2008: 27-31), cara yang
dapat dilakukan oleh seorang guru untuk memperlancar pembelajaran kooperatif
adalah : Pertama, membantu
transisi dengan menuliskan langkah-langkah kunci di papan tulis, memberikan
pengarahan dengan jelas dan meminta dua tiga orang untuk memparafrasakan
pengarahan itu serta mengidentifikasi dan memberikan tanda yang jelas pada
lokasi setiap tim belajar.
Kedua, mengajarkan kerja sama dengan mengajarkan keterampilan social
melalui teknik-teknik sebagai berikut :
a.
Interdepensi. Guru memberitahukan kepada siswa bahwa mereka dapat saling
membantu dalam memahami sebuah teks. Setelah itu, mereka harus mengerjakan
worksheet untuk penilaian induvidual atau membagi tugas dan tanggungjawab selama proses kerjasama.
b.
Keterampilan berbagi. Hal ini dilakukan dengan memberitahukan kepada siswa bahwa nilai
berbagi itu penting bagi siswa yang merasa lebih hebat. Di antara cara yang dapat dilakukan adalah
Round Robin dengan melontarkan sebuah pertanyaan yang memiliki kemungkinan
jawaban yang banyak. Dengan pertanyaan itu, siswa dapat menjawab secara
bergantian. Cara lain adalah Pair Cheks
dengan langkahnya adalah Pair Work (bekerja berpasangan, Coach Checks
(siswa yg bertindak sebagai pelatih memerikasa jawaban), Coach Praisers (Bila
sepakat, pasangan saling memuji), Patnes Switch Roler. (pasangan berganti
peran), Pairs Check, (semua pasangan berkumpul untuk mengoreksi jawaban.), Team
Celebrate (Saling bersalaman kalau jawaban sesuai).
c.
Keterampilan Berpartisipasi. Keterampilan ini dilakukan dengan menstrukturkan tugas siswa, guru
memiliki adaministarsi lengkap dengan nama
kelompok, time tokens (memberikan waktu dan batas bicara) dan high
talker tap out (salah seorang bertindak mengawasi pengunaan waktu).
d.
Keterampilan Sosial. yaitu sebagian siswa
membutuhkan bantuan, tetapi yang lain merasa tidak perlu mendapat bantuan.
e.
Keterampilan berkelompok. Hal ini dilakukan dengan cara saling mengenal dan menghormati perbedaan serta membangun tim
melalui team interviews (wawancara berbagai hal tentang pasangan), team murals
(menggambarkan keinginan kerja sama tim melalui mural) dan lain-lain.
f.
Keterampilan komuniksi. Keterampilan dilakukan dengan memberikan peran dan tugas yang
berbeda dalam proses pembelajaran, peran dan tugas tersebut dipertukarkan
D. Evaluasi Pembelajaran
Kooperatif
Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif, evaluasi perlu
dilakukan baik saat proses pembelajaran berlangsung maupun hasilnya. Penilaian
dalam pembelajaran kooperatif tidak menggunakan sistem peringkat sebagaimana yang banyak digunakan banyak sekolah. Dalam
penilaian, siswa mendapatkan nilai secara
pribadi dan nilai kelompok. Siswa bekerja sama dan saling membantu dalam mempersiapkan tes, kemudian masing-masing
mengerjakan tes sendiri-sendiri dan menerima
nilai pribadi. Sementara untuk nilai kelompok dapat dilakukan dengan beberapa
cara ( Lie, 2004: 89) yaitu:
Pertama, nilai kelompok bisa diambil dari
nilai terendah siswa dalam kelompok; Kedua, nilai kelompok diambil dari
rata-rata nilai semua individu anggota kelompok yang merupakan sumbangan dari setiap anggota. Kelebihan dari kedua cara penilain
tersebut adalah semangat gotong royong yang ditanamkan pada siswa.
Dengan cara seperti ini kelompok akan berusaha untuk saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk tes. Guru
melakukan evaluasi saat berlangsungnya proses pembelajaran atau pada saat siswa melakukan presentasi tugasnya.
Dilakukan dengan menggunakan teknik observasi
dengan instrumen evaluasi berbentuk skala. Hal-hal yang dievaluasi oleh guru saat presentasi kelompok meliputi
kejelasan dan pentingnya topik yang disajikan, pengorganisasian bahan yang disajikan, pengetahuan tentang topik,
kejelasan tentang apa yang dipelajari
dari topik, kerjasama antar angggota kelompok, kesesuaian dengan tugas
yang disajikan, pencapaian tugas pembelajaran, tingkat pemahaman anggota kelompok,
partisipasi di dalam kelas, dan penguasaan setiap anggota dalam tiap
topik yang dibahas. Hasil evaluasi tersebut merupakan hasil kelompok. Sedangkan
evaluasi oleh siswa dilakukan setelah
pembelajaran berakhir, lebih bersifat evaluasi diri dan berkaitan dengan tanggung jawab kelompok yang
dilakukan individu siswa.
Evaluasi ini
menggunakan teknik non tes berbentuk skala. Unsur-unsur yang di evaluasi oleh siswa adalah; kerjasama anggota, kesungguhan
anggota dalam kerja kelompok, penghargaan
dan toleransi anggota kelompok dalam menerima masukan, pemahaman terhadap
tujuan pembelajaran, tanggung jawab dalam kelompok, penilaian terhadap tanggung jawab anggota kelompok lain dalam
kelompok, dan peringkat penampilan dalam
kelompok
Daftar Pustaka:
Dahar, Ratna Wilis, (1996). Teori-teori Belajar,
Jakarta : Erlangga.
Deporter, Bobbi et. Al. (1999 ). Quantum teaching. Boston Allyn and
Bacon.
Hermawan, Asep
Hery, dkk 2008), Teori Mengajar dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, ed.
Muhammad Ali dkk, Bandung : Pedagodiana Press.
Hellmut
R.L dan David N. E ( 2006 ). Models, Strategies, and Methods for effective
Teaching. Bostom: Pearson Education, Inc
Herbert
J. Klausmeier ( 1980 ). Learning and Teaching Concepts. New York: Academic Press, Inc.
Joyce, Bruce, Marsha Weil, and Beverly Showers
(1992). Models of teaching. Boston: Allyn and Bacon
McNeil,
J.D. (1985). Curriculum: A Comprehensive Introduction. Boston: Little,
Brown and Company.
Lapp, Diane, at all (1975), Teaching and
Learning : Philosophical, Psychological, Cultural Application, Newyork :
Mcmillan Publishing. Co. inc.
Sanjaya,
Wina (2008), Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Alpabeta.
Sukmadinata, Nana Sy (1997), Pengembangan Kurikulum, Teori
dan praktik. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Ashtiani, Ali Asthiani, et ell
(2007), Comparison Cooperative Learning
and Tradisional Learning in Academic Achievement.
Tersedia [on-line]
Arends,
Richard II. (2004). Learning to Teach. New York: Mc Graw Hill.
Dahlan. (1984), Model-Model
Mengajar Beberapa Alternatif Interaksi Belajar Mengajar). Bandung : Diponegoro.
Lie,
Anita. (2005). Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang
Kelas. Jakarta :
Grasindo.
Stahl, Robert J. (t.th), The
Essential Elements of Cooperative Learning in the Classroom.
Syaodih, Erliany (Disertasi ; 2007), Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif
untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial; Studi pada Mata Pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Bandung : Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI)
Sanjaya, Wina. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Slavin,
Robert E. (1990) Cooperative Learning;
Theory, Research and Practice, Second Edition. Boston : Allyn and Bacon.
Slavin,
Robert E. (1990) Cooperative Learning;
Theory, Research and Practice, Second Edition. Boston : Allyn and Bacon.
Diterjemahkan oleh Zubaidi (2009) menjadi Cooperative
Learning; Teori, Riset dan Praktik. Bandung : Nusa Media.
Slavin,
Robert. E. (1997). Educational Psychology
Theory and Practice. Five Edition. Boston: Allyn and Bacon
Slavin, Robert E. et.ell (1995) The Cooperative Elementary School: Effects on Students’Achievement,
Attitudes, and Social Relations.
Slavin, Robert E. et.ell (1988), Accommodating Student Diversity in Reading and Writing Instruction: a Cooperative Learning Approach.
Solihatin,
E. dan Raharjo. (2007). Cooperative
Learning Analisis Model Pembelajaran IPS.
Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Stahl.R.J.
(1994). Cooperative Learning in Social
Studies: Hand Book for Teachers. USA: Kane Publishing Service, Inc.
Subratha,
Nyoman (Tesis : 2007), Pengembangan Model Pembelajaran
Kooperatif dan Strategi
Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Kelas VII C Sekolah Menengah Pertama (SMP) NEGERI 1
Sukasada.
0 Response to "MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF Bag. 2 (makalah lengkap)"
Post a Comment