Lingkungan Pendidikan Islam (makalah lengkap)

Lingkungan Pendidikan Islam
Pada dasarnya, sebagai manusia secara umum telah mengetahui bahwa anak-anak harus mengalami  perkembangan semenjak dilahirkan sampai menjadi manusia dewasa yang dapat berdiri sendiri dan bertanggungjawab sendiri  dalam masyarakat.  Baik atau buruknya perkembangan anak itu, sangat bergantung pada pengaruh-pengaruh yang diterima anak itu dari berbagai lingkungan pendidikan yang dialaminya.
Ngalim Purwanto menyebutkan bahwa lingkungan pendidikan itu bermacam-macam, akan tetapi pada dasarnya  hanya terbagi dalam tiga macam lingkungan pendidikan yaitu lingkungan pendidikan sekolah, lingkungan pendidikan keluarga dan lingkungan pendidikan masyarakat. Ngalim Purwanto (1994 : 111) Berikut ini, penulis akan mengupas ketiga lingkungan yang dimaksud sebagai berikut:



1.      Lingkungan Keluarga
Di dalam keluarga hendaknya  diletakkan dasar-dasar pengalaman melalui cinta dan kasih sayang, kebutuhan  akan kewibawaan dan nilai-nilai kepatuhan, sehingga dengan pergaulan yang demikian itu, hubungan antar pribadi dalam keluarga tersebut adalah hubungan yang bersifat pribadi dan wajar, dan penghayatan terhadapnya adalah sangat wajar. Keluarga merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan di antara anggotanya memiliki corak khusus. Di sini pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan yang berlaku di dalamnya. Hal ini berarti bahwa tatanan pendidikan tanpa harus diumumkan atau tertulis terlebih dahulu agar diketahui dan diikuti oleh  seluruh anggota keluarga. 
Seorang ibu yang memahamai alat-alat pendidikan yang baik, tentu ia dapat menggunakannya dengan  baik pula. Demikian halnya, seorang ayah yang lebih memahami metode pendidikan, tentu  ia dapat menerapkannya pada anggota  keluarganya. Dengan demikian, pemahaman ayah dan ibu tentang pendidikan keluarga sangatlah penting karena ia merupakan  lingkungan pertama dan utama seorang anak yang akan menjalani hidupnya pada masa kini dan akan datang. Suatu kehidupan keluarga yang baik, sesuai dan tetap menjalankan ajaran-ajaran agama Islam, merupakan persiapan yang baik untuk memasuki pendidikan sekolah. Oleh karena itu, suasana keluarga yang demikian itu tumbuh berkembang efektif anak  secara benar sehingga ia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. Keserasian pokok yang harus terbina adalah keserasian antara kepala keluarga dan anggota keluarga terutama ibu yang keduanya merupakan komponen pokok dalam setiap keluarga. Darajat (1992 : 67). 
Al-Gazali  menyebutkan bahwa, anak adalah amanat Tuhan untuk kedua orang tuanya. Hatinya suci bagaikan jauhar yang indah, sederhana dan bersih dari segala goresan dan bentuk. Ia masih menerima segala apa yang digoreskan kepadanya dan cenderung kepada setiap hal yang ditujukan kepadanya. Zainuddin (t.th : 88-89). Dengan demikian dapat dipahami bahwa : 1) Anak itu lahir di dunia dalam keadaan suci bersih dan sederhama. 2) Kedua orangtuanyalah yang harus menanggung resiko  yang timbul akibat perbuatannya  yaitu bertanggungjawab atas pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya sebagai amanat dari Tuhan. Perintah bertanggungjawab dan memelihara anggota keluarga dapat ditemukan dalam Alquran surah al-Tahrim (66) ayat 6 yang artinya ”wahai orang-orang yang beriman, peliharalah diri dan keluargamu dari siksa api neraka”.
Demikianlah lingkungan keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama yang perlu diperhatikan dalam mendidik generasi muda. Keberhasilan dalam lingkungan pendidikan keluarga merupakan salah satu modal awal dalam melakukan pendidikan selanjutnya.
2.      Lingkungan Sekolah
         Sebagaimana halnya dengan lingkungan pendidikan keluarga, lingkungan sekolah juga memiliki peranan yang sangat penting  dalam merubah tingkah laku peserta didik.  Sekolah harus menjadi satu lembaga yang membantu bagi tercapainya cita-cita keluarga dan masyarakat, khususnya masyarakat Islam. Bagi masyarakat Islam, lembaga pendidikan yang dapat memenuhi harapan adalah lembaga pendidikan Islam. Hal ini berarti bahwa lembaga pendidikan Islam itu tidak hanya sekedar mengajarkan pendidikan agama Islam, akan tetapi lebih dari itu, ia harus merupakan lembaga pendidikan Islam yang secara keseluruhannya bernafaskan Islam. Hal ini mungkin terwujud, apabila ada keserasian antara rumah dan sekolah dalam pandangan keagamaan.
Anak-anak dari keluarga muslim yang bersekolah, sesungguhnya secara serentak telah hidup di dalam tiga lingkungan pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga unsur lingkungan ini harus serasi dan saling mengisi dalam membentuk kepribadian anak didik. Prof. Dr. Ahmad Syalaby menjelaskan:
”Sejarah pendidikan Islam amat erat pertaliannya dengan masjid, oleh karena itu, apabila kita membicarakan masjid berarti kita membicarakan  suatu lembaga yang dipandang sebagai tempat yang asasi untuk menyiarkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. Lingkaran-lingkaran pelajaran telah diadakan di masjid semenjak didirikan”. Ahmad Syalabi (1987 : 93-94).
Ada beberapa perbedaan antara lingkungan keluarga dengan lingkungan sekolah, sebagaimana dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto sebagai berikut : 1) rumah atau lingkungan keluarga adalah lingkungan pendidikan yang sewajarnya, perasaan dan tanggungjawab yang ada pada orang tua untuk mendidik anak-anaknya timbul dengan sendirinya secara alami, tidak dipaksa. Sedangkan lingkungan pendidikan sekolah adalah buatan manusia. Sekolah didirikan oleh masyarakat atau negara untuk memenuhi kebutuhan  suatu keluarga untuk memberi bekal persiapan hidup bagi anak-anaknya. 2) Perbedaan suasana. Suasana di lingkungan keluarga senantiasa diliputi oleh rasa kasih sayang di antara anggota-anggotanya, sedangkan  kehidupan dan pergaulan di lingkungan sekolah lebih lugas dan terbatas karena sekolah harus ada ketertiban dan peraturan-peraturan tertentu yang harus dijalankan oleh tiap-tiap murid dan guru. 3) Perbedaan tanggungjawab. Dalam lingkungan keluarga, orang tua menerima tanggungjawab mendidik anak-anaknya dari Allah swt. sementara di sekolah para guru lebih merasa tanggungjawab terhadap pendidikan intelektualnya atau bagaimana menambah wawasan  setiap anak serta pendidikan keterampilan atau skill yang berhubungan dengan kebutuhan anak itu untuk hidup di dalam masyarakatnya suatu waktu.
Dengan demikian, adanya perbedaan lingkungan keluarga dengan lingkungan sekolah seperti tersebut di atas, hendaknya menyadarkan kita semua bahwa untuk mendidik peserta didik itu tidak hanya dibutuhkan peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, tetapi hendaknya lingkunga yang satu dengan lingkungan yang lainnya dijadikan sebagai satu kesatuan yang utuh dan saling mengisi.
3.      Lingkungan Masyarakat

                  Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa lingkungan pendidikan yang ketiga adalah lingkungan masyarakat. Seperti halnya lingkungan pendidikan yang telah dikemukakan di atas, lingkungan masyarakat juga mempunyai peranan penting dalam keberhasilan pendidikan anak. Tanggungjawab dalam pendidikan sungguh merupakan hal yang sangat penting. Tanggungjawab tersebut menjelma dalam beberapa perkara dan cara yang dipandang merupakan metode pendidikan masyarakat yang utama. Cara yang terpenting menurut al-Nahlawi adalah : Pertama, Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh untuk menggalakkan kebaikan di tengah masyarakat sekaligus pelarang untuk melakukan kemungkaran dan perbuatan keji. Sebagaimana diisyaratkan oleh Allah swt.  di dalam Alquran surah Ali Imran ayat 110 yang artinya :

 ”Jadilah umat yang terbaik yang memerintahkan umat manusia untuk melaksanakan amar makruf dan melarang untuk malakukan perbuatan mungkar, dan beriman kepada Allah...” (QS. Ali Imran (4) : 110)

Kedua, Dalam masyarakat Islam, seluruh anak-anak dianggap sebagai anak sendiri atau anak sosial bukan anak karena ada hubungan nasab,atau anak saudaranya sehingga ketika seseorang memanggil seorang anak, mereka  memanggilnya dengan hai anak saudaraku. Hal ini terwujud berkat pengamalan firman Allah swt. di dalam surah al-Hujurat ayat 10 yang artinya : ”Sesungguhnya orang-orang muslim itu bersaudara...”.
Semenjak terbitnya fajar Islam, kaum muslimin telah merasakan tanggungjawab bersama untuk mendidik generasi  muda. Salah satu hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan dari Anas, al-Bukhrai meriwayatkan yang artinya :

”Dahulu aku menjadi pelayan Nabi Muhammad saw. Aku selalu masuk ke Rasulullah tanpa izin terlebih dahulu. Suatu hari aku datang, maka beliau bersabda : Wahai anakku, bagaimana kamu ini.? Sesungguhnya suatu persoalan benar-benar telah terjadi sesudah kini. Jangan sekali-kali kamu masuk tanpa izin terlebih dahulu.” Dari gambaran di atas, Rasulullah telah mengajari Anas untuk meminta izin dan memanggilnya dengan rasa kekeluargaan, wahai anakku.
Ketiga, untuk menghadapi orang-orang yang membiasakan dirinya berbuat buruk, Islam membina mereka melalui salahsatu cara membina  dan mendidik umat manusia dengan cara kritik sosial yang mendidik. Hal ini berarti bahwa kritik sosial yang pedas merupakan salah satu alternatif untuk membina masyarakat Islam. Namun tentu saja metode tersebut digunakan  hanya untuk kondisi tertentu yang sangat darurat. Keempat, Masyarakatpun dapat melakukan pembinaan  melalui pengisolasian, pemboikatan, atau pemutusan hubungan kemasyarakatan. Al-Nahlawi (1997 : 177-178). Pembinaan melalui adanya tekanan masyarakat  yang tujuannya jelas adalah untuk kebaikan dan merupakan saran yang paling efektif. Allah swt, pun telah  mengisyaratkan  hal ini dalam firman-Nya pada surah al-Taubah ayat 117-118 yang mengisyaratkan dampak pendidikan dari masyarakat terhadap induvidu-induvidu yang tidak mentaati perintah Islam sehingga mereka merasakan dunia ini sangat sempit. Kelima, Pendidikan kemasyarakatan dapat juga dilakukan melalui kerjasama yang utuh karena bagaimanapun, masyarakat muslim adalah masyarakat yang padu. Rasulullah saw bersabda yang artinya :
”Perumpamaan kaum muslimin dalam mengasihi, menyayangi dan berlemah lembut, seperti halnya tubuh, jika salah satu anggota tubuh mengeluh sakit, maka anggota tubuh lainnya turut demam atau tidak tidur.” al-Naesabury, (206-261 H : 1999-2000)
Keenam, Pendidikan kemasyarakatan bertumpu pada landasan afeksi masyarakat, khususnya rasa saling mencintai. Serta Ketujuh, pendidikan kemasyarakatan harus mampu mengajak generasi muda untuk memilih teman dengan baik dan berdasarkan ketaqwaan kepada Allah swt. Secara fitrah kaum remaja, terutama generasi muda yang aqil balik akan cenderung untuk menyukai orang lain dan berbaur dalam suasana mereka sendiri. Oleh karenanya, mereka harus dikenalkan pada cara yang strategis untuk mencegah mereka akrab dengan anak-anak yang nakal. Persoalan tentang perihal di atas, telah disebutkan dalam Alquran dalam surah al-shaffat ayat 50-57.

Daftar Pustaka:
Al-Nahlawi, Abdurrahman, (1996) Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, diterjemahkan oleh Shihabuddin dari jjudul aslinya Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibihu fi al-Bayt wa al-Madrasah wa al-Mujetama. Cet.II. Jakarta : Gema Insani Press.
Ashtiani, Ali Asthiani, et ell (2007), Comparison Cooperative Learning and           Tradisional      Learning in Academic Achievement. Tersedia [on-line]
Ahmad, Muhammad Abdul Qadir (2008), Metodologi Pengajaran Agama Islam.   Jakarta : Rineka Cipta.
Arends, Richard II.  (2004). Learning to Teach. New York: Mc Graw Hill.
Budiningsih, (2005), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Reneka Cipta.
Darajat, Zakiah. (1995), Metode Khusus Pengajaran Agama Islam, Cet. II. Jakarta : Sinar Grafika Offset.
 Dahlan. (1984), Model-Model Mengajar Beberapa Alternatif Interaksi Belajar Mengajar). Bandung :  Diponegoro.
Departemen Agama Republik Indonesia,  Alquran dan Terjemahnya. Madinah al-Munawwarah, Mujamma al-Malik Fahd li Thiba’ah al-Mushaf al-Syarif, 1412. H.
Departemen Pendidikan Nasional (2003), Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA). Jakarta.
Lie, Anita. (2005).  Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta : Grasindo.
Mustaji, & Sugiarso. (2005). Pembelajaran Berbasis Konstruktivistik. Surabaya: Unesa University Press.
Munir, (2008).  Kurikulum Berbasis Kompetensi Teknologi Informasi dan Komunikasi, Bandung : Al-Fabeta.
Muhaimin (2007), Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
 Muhaimin, at all.(2008), Pengembangan Model kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada sekolah dan Madrasah. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Muhaimin, (2009) Rekonstruksi Pendidikan Islam; dari Paradigma Pengembangan, Managemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran.  Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Stahl, Robert J.  (t.th), The Essential Elements of Cooperative Learning in the
Syaodih, Nana. (2005). Landasan Psikologis Proses Pendidikan, Bandung : Rosdakarya.
Syaodih, Erliany (Disertasi ; 2007), Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial; Studi pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
Sanjaya, Wina. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Sanjaya, Wina. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana
Shaleh, Abdurrahman, (2004). Madasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Jakarta : PT Grafindo Persada.
Sumantri, Mulyani dan  Nana Syaodih, (2007)  Perkembangan Peserta didik, Jakarta : Universitas Terbuka.
Suryabrata, Sumadi. (2007) Psikologi Perkembangan, Jakarta : Raja Grafindo Persada
Tafsir, Ahmad. (1997). Metodologi Pengajaran Agama Islam, Cet.III, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Tafsir, Ahmad (1992) Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Cet. I. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Related Posts:

0 Response to "Lingkungan Pendidikan Islam (makalah lengkap)"