MASALAH PENDIDIKAN SEBAGAI SUMBER INOVASI

MASALAH PENDIDIKAN SEBAGAI SUMBER INOVASI 

tulisan ini membahas tentang masalah-masalah pendidikan yang dapat menghambat dalam inovasi pendidikan, masalah-masalah pendidikan ini sekaligus bisa dijadikan sebagai sumber untuk melakukan inovasi dalam mengembangkan kurikulum dan pendidikan. masalah tersebut antara lain: Masalah relevansi pendidikan, Masalah kualitas pendidikan, Masalah efektivitas dan efisiensi, Masalah daya tampung yang terbatas
Ada beberapa masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita. Sekalipun telah diberlakukannya otonomi daerah sebagai konsekuensi penerapan undang-undang tentang sistem pendidikan nasional, permasalahan itu tampaknya akan tetap ada, bahkan akan semakin kompleks. Masalah tersebut adalah masalah relevansi, masalah kualitas, masalah efektivitas dan efisiensi, masalah daya tamping sekoloah yang terbatas.[1]
1.    Masalah relevansi pendidikan
Maka yang dimaksud dengan tuntutan dan harapan. Dalam konteks pendidikan, relevansi adalah kesesuaian antara pelaksanaan dan hasil pendidikan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Masalah relevansi pendidikan ini dapat dilihat dari tiga sisi:
Pertama, relevansi pendidikan dengan lingkungan hidup siswa, artinya apa yang diberikan disekolah harus sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan tuntutan masyarakat tempat siswa tinggal. Selama ini kurikulum kita dianggap kurang menyentuh kebutuhan dan keasaan atau kondisi lingkungan siswa. Oleh karena itu, penerapan kurikulum muatan local merupakan sesuatu inovasi dalam kebidang pendidikan untuk memecahkan masalah tersebut. Melalui kurikulum muatan likal, diharapkan apa yang diberikan di sekolah akan menjadi relevan dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungan hidup siswa.
Kedua, relevansi pendidikan dengan tuntutan kehidupan siswa baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan dating. Relevansi ini mengandung pengertian bahwa isi kurikulum harus mampu menjawab kebutuhan siswa pada masa yang akan dating. Pendidikan bukan hanya berfungsi untuk mengawetkan kebudayaan masa lalu, akan tetapi juga utuk mempersiapkan siswa agar kelak dapat hidup menyesuaikan dengan tuntutan zaman. Oleh karena itu, apa yang diberikan di sekolah harus teruji, bahwa semua itu memiliki nilai guana untuk kehidupan siswa di masa yang akan datang.
Ketiga, relevansi pendidikan dengan tuntutan dunia kerja. Relevansi ini mengandung pengertian bahwa sekolah memiliki tanggung jawab dalam mempersiapkan anak didik yang memiliki keterampilah dan kemampuan sesuat dengan tuntutan dunia kerja. Seperti yang telah disinggunga dalam bagian terdahulu, bahwa salah satu asas pengembangan kurikulum adalah asas sosiologis yang mengandung makna, bahwa kurikulum harus memerhatikan tuntutan dan kebutuhanmasyarakat termasuk tuntutan dunia kerja. Pendidikan berfungsi untuk mendidik manusia yang produktif, yang mampu bekerja dalam bidangnya masing-masing. Pada saat ini seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu banyak bidang-bidang keterampilan yang harus dimiliki anak didik. Dan pada kenyataan salah satu kritikan yang muncul kepermukaan dewasa ini adalah bahwa pendidikan kita dianggap masih sangat lemah dalam mempersiapkan tenaga kerja yang terampil sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dunia kerja.
Untuk menjawab masalah ini, inovasi pendidikan telah banyak di lakukan. Misalnya, penerapan sistem ganda untuk sekolah-sekolah kejuruan. Melalui system ini siswa tidak hanya dibekali dengan teori-teori akan tetapi dalam kurun waktu tertentu, mereka diharuskan melakukan magang di berbagai tempat seperti pusat-pusat industry yang akan menyerap mereka sebagai tenaga kerja. Dengan system ini deharapkan manakala mereka lulus kelak, mereka sudah paham apa yang harus dikerjakan.
2.    Masalah kualitas pendidikan
Selain masalah relevansi, maka rendahnya kualitas pendidikan jug dianggap sebagai suatu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita dewasa ini. Rendahnya kualitas pendidikan ini dapat dilihat dari dua sisi. Pertama dari segi proses dan kedua dari segi hasil.
Rendahnya kualitas pendidikan dilihat dari sisi proses, adalah adanya anggapan bahwa selama ini proses pendidikan yang dibanyun oleh guru dianggap cenderung terbatas pada penguasaan materi pelajaran atau bertumpu pada megembangan aspek kognitif tingkat rendah, yang tidak mampu mengembangkan kreativitas berpikir proses pendidian atau proses belajar mengajar dianggap cenderung menempatkan siswa sebagai objek yang harus diisi dengan berbagai informasi dan bahan-bahan hafalan. Komunikasi terjadi satu arah, yaitu dari guru ke siswa melalui pendikatan ekspositori yang dijadikan sebagai alat utama dalam proses pembelajaran.
Dari sisi hasil, rendahnya kualitas pendidikan dapat dilihat dari tidak meretanya setiap sekolah dalam mencapai rata-rata Nilai Ujian Nasional. Ada sekolah yang dapat mencapai rata-rata UN yang tinggi, namun di lain pihak banyak sekolah yang mencapai UN jauh dibawah standar.
Beberapa usaha yang dilakukan untuk memecahkan masalh tersebut diantaranya dingan meningkatkan kualitas guru dan perbaikan kurikulum, seta menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang lebih lengkap dan dinggap memadai. Peningkatan kualitas atau mutu guru, di antaranya dengan meningkatkan latar belakang akademis mereka melalui pemberian kesempatan untuk mengikuti program-program pendidikan, serta memberikan penataran-penataran dan pelatihan-pelatihan. Untuk guru SD, SMP, dan SMA misalkan, mereka diharuskan berlatar belakang akademisi S1.
Perbaikan kurikulum dilakukan bukan hanya membuka kemungkinan penambahan isi kurikulum sesuai dengan kebutuhan lingkungan masyarakat lokal, akan tetapi juga inovasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan memperkenalkan penggunaan pendekatan Cara Belajar Siawa Aktif (CBSA), pendekatan keterampilan proses, Contekstual Teaching and Learning dan lain sebagainya.
3.    Masalah efektivitas dan efisiensi.
Efektivitas berhubungan dengan tingkat keberhasilan dengan tingkat keberhasilan pelaksanaan pembelajaran yang didesain oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, baik tujuan dalam skala yang sempit seperti tujuan pembelajaran khusus, maupun tujuan dalam skala yang lebih luas, seperti tujuan kurikuler, tujua institusional dan bahkan tujuan nasional. Dengan demikian, dalam konteks kurikulum dan pembelajaran suatu program pembelajaran dikatakan memiliki tingkat efektivitas yang tinggi manakala program tersebut dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan. Misalkan, untuk mencapai tujuan tertentu, guru memprogramkan 3 bentuk kegiatan belajart mengajar. Manakala berdasarkan hasil evaluasi setelah dilaksanakan program kegiatan belajar mengajar itu, tujuan pembelajaran telah dicvapai oleh seluruh siswa, maka dapat dikatakan bahwa program itu memiliki efektivitas yang tinggi. Sebaliknya, apabila diketahui setelah pelaksanaan proses belajar menajar, siswa belum mampu mencapai tujuan yang diharapkan , maka dapat dikatakan bahwa program tersebut tidak efektif.
Dengan cara yang sama, dapat dilakukan untuk melihat efektivitas program pendidikan dalam upaya mencapai tujuan yang lebih luas, misalkan tujuan institusional. Untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan (institusi) tertentu diberikan sejumlah program pendidikan baik program interakulikuler maupun program ekstrakurikuler. Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap lulusan lembaga pendidikan yang bersangkutan diketahui bahwa setiap lulusan memiliki kebmampuan sesuai dengan tujuan lembaga itu, maka program pendidikan yang dilaksanakan dianggap efektif; dan sebaliknya manakala lulusan tidak mencerminkan kemampuan yang diharapkan, maka program pendidikan yang diselengggarakan oleh lembaga yang bersangkutan dianggap kurang  efektif.
Efisiensi berhubungan dengan jumlah biaya, waktu dan tenaga yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, sesuatu program pembelajaran dikatakan memiliki tingkat efisiensi yang tinggi, manakala dengan jumlah biaya yang minimal dapat menghasilkan atau dapat mencapai tujuan yang maksimal. Sebaiknya, program dikatakan tidak efesien apaila biaya dan tenaga yang dikeluarkan sangat besar, akan tetapi hasil yang diperoleh kecil. Sehubungan dengan masalah efisiensi ini, sebaiknya setiap guru membuat program yang benar-benar dapat menunjang kertercapaian tujuan pembelajaran. Sekolah dan guru harus menghindari program-program kegiatan yang banyak memerlukan biaya, waktu dan tenaga, padahal kegiatan tersebut tidak atau krang mendukung terhadap pencapaian tujuan pendidikan.
4.    Masalah daya tampung yang terbatas.
Masalah lain yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah terbatasnya daya tampung sekolah khususnya pada tingkat SLTP. Masalah ini muncul setelah keberhasilan penyelenggaraan SD inpres, yang mengakibatkan meledaknya lulusan sekolah dasar, sehingga menuntut pemerintah untuk menyediakan fasilitas agar dapat menampung para lulusan SD yang hendak melanjutkan ke SLTP.
Keberhasilan program inpres ini juga membawa dampak kepada permasalahan akan banyaknya minat lulusan SD yang hendak melanjutkan ke SLTP, padahal kondisi geografis, social, ekonomi mereka yang kurang mendukung, misalkan karena tempat tinggal mereka yang jauh berada di pedalaman atau pulau-pulau terpencil, atau kemaampuan social ekonomi mereka yang rendah. Untuk memecahkan masalah yang demikian, pemerintah memerlukan langkah-langkah yang inovatif, yaitu langkah yang dapat menyediakan kesempatan belajar seluas-luasnya untuk mereka dengan biaya yang rendah tanpa mengurangi mutu pendidikan.




[1] Redja Mudyahardjo. (2001) Pengantar Pendidikan : Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Perkasa. Hlm. 496

Related Posts:

0 Response to "MASALAH PENDIDIKAN SEBAGAI SUMBER INOVASI"